Analisis sensitivitas Harga Bahan Baku Impor Implikasinya terhadap Keberlanjutan Usaha Tahu-Tempe (Studi Empirik pada Industri Kecil Tahu-Tempe di Jatinom)
View/ Open
Date
2014-03-27Author
Badri, Sutrisno
Prasetyo, Jarot
Sugandiko, E
Metadata
Show full item recordAbstract
Kenaikan harga kedelai, berimplikasi terhadap kelangsungan hidup usaha kecil tahu
tempe, karena dengan naiknya harga kedelai akan mempengaruhi tingginya harga
pokok, akhirnya harga jual menjadi tinggi, sebagaimana diketahui kedelai merupakan
bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe. Minimal terdapat tiga pertanyaan yang
perlu dicarikan solusinya adalah: (1) Dengan kenaikan harga bahan baku impor
masih mampukah usaha tahu-tempe menjaga keberlanjutannya? (2). Bagaimana
pengusaha melakukan perencanaan laba yang dipengaruhi faktor kenaikan harga
bahan baku impor? (3). Seberapa besar kepekaan (sensitivitas) harga bahan baku
terhadap laba yang diperoleh?. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan
menentukan harga jual pada perusahaan tahu tempe agar tidak mengalami kerugian
dan mencapai laba yang diharapkan. Metode yang digunakan dalam untuk analisis
sensitivitas berupa rumus Break Event Point (titik impas) dan rumus penentuan harga
jual normal (cost-plus pricing).
Apabila pada saat ini kurs dollar mencapai Rp 12.500,00 , maka Break Even yang
harus dicapai oleh oleh perusahaan tahu sebesar 70unit atau Rp 1.750.000,00 dengan
biaya variabel per unit (VC
Q
) sebesar Rp 19.189,00 dan laba yang diperoleh sebesar
Rp 59.766,-. Sedangkan Break Even yang harus dicapai oleh oleh perusahaan tempe
sebesar unit atau Rp 1.433.100,00 dengan baiaya variabel per unit (VC
Q
)sebesar
Rp 1.200,- dan laba yang diperoleh sebesar Rp 210.358,-.
Dampak dari kenaikan harga bahan baku impor terhadap perencanaan laba yang
dilakukan oleh Perusahaan Tahu Tempe Di Kecamatan Jatinom adalah konsumen
merasa dirugikan karena produk tahu tempe yang didapat tidak sesuai dengan ukuran
biasanya, hal ini dikarenakan peningkatan harga kedelai impor sebagai bahan baku
utama tahu tempe tidak dapat diikuti dengan meningkatkan harga jual tahu tempe
sebesar peningkatan harga kedelai tersebut karena melihat daya beli konsumen yang
umumnya merupakan golongan ekonomi menengah kebawah. Untuk mencapai titik
optimal dimana konsumen terjangkau membeli tahun-tempe dan produsen tetap bisa
bertahan, maka harga minimal yang diharapkan oleh perajin sebesar Rp 7.000,per kg,
sehingga perajin dapat menjual tahu tempe dengan harga yang relatif terjangkau oleh
semua konsumen.