Analisis Sistem Agroindustri Kelapa Sawit (Solusi untuk Meningkatkan Posisi Tawar Petani Plasma)
Abstract
Kondisi perkebunan plasma yang dimiliki rakyat masih belum berkembang dengan
baik, sementara perkebunan inti sebagai pemilik modal, pemilik pabrik pengolahan kelapa
sawit (PPKS), pemilik akses pasar memiliki posisi tawar yang kuat. Pola Perkebunan Inti
Plasma (PIR-kelapa sawit) berdasarkan berbagai kajian sudah terbukti belum mampu
menunjukkan pembagian keuntungan secara adil antara perusahaan inti dan petani plasma.
Pada sistem agroindustri kelapa sawit petani plasma merupakan bagian integral yang
keberadaannya sebagai produsen TBS atau pemasok kepada perusahaan inti. Para pelaku
(stakeholders) dalam suatu sistem industri biasanya dikelompokkan menjadi industri inti,
industri pemasok, industri pendukung, industri terkait dan pembeli, serta institusi pendukung
(non industri).
Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis sistem agroindustri kelapa sawit,
pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dan mengeksploarasi pendapat pakar,
analisa data dilakukan melalui pendekatan sistem yang ditunjukkan pada diagram lingkar dan
diagram input-output.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat ketergantungan dalam pengolahan TBS yang
bersumber dari petani plasma oleh perusahaan inti, sehingga posisi tawar antara lembaga
petani plasma dan perusahaan inti tidak seimbang. Keterbatasan kapasitas pabrik pengolahan
kelapa sawit (PPKS). Pembayaran pembelian TBS dan pengolahan TBS dilakukan oleh
perusahaan inti satu bulan kemudian karena menunggu penetapan harga dari panitia
penetapan harga daerah, adanya delay pembayaran seperti ini petani plasma tidak
mendapatkan fresh money. Penetapan rendemen TBS dari petani plasma belum transparan dan
petani hanya menerima laporan jumlah produksi CPO dari pabrik PPKS, hal ini terjadi karena
sampai saat ini belum ada lembaga independen yang melakukan pengawasan khusus terhadap
penetapan rendemen.
Perusahaan inti mempunyai akses pasar ekspor, sedangkan pengetahuan petani sangat
terbatas tentang harga CPO di pasar luar negeri, maka akibat ketidak setaraan pengetahuan
dan informasi pasar ini, perusahaan inti membeli TBS dari petani plasma dengan harga lokal
(rupiah), sedangkan perusahaan inti mampu menjual CPO di pasar luar negeri dengan harga $
(US Dollar), sehingga terjadi disparitas harga yang merugikan pihak petani plasma.