Show simple item record

dc.contributor.authorAnggoro, Purwadi Wahyu
dc.date.accessioned2018-04-23T06:10:20Z
dc.date.available2018-04-23T06:10:20Z
dc.date.issued2018-01
dc.identifier.citationAbsori, 2015, Epistimologi Ilmu Hukum Transendental dan Implementasinya dalam Pengembangan Program Doktor Ilmu Hukum, Seminar Nasional, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 11 April 2015. Anshori, 2014, Integrasi Keilmuan atas UIN Jakarta, UIN Yogyakarta dan UIN Malang 2007-2013, Ringkasan Disertasi UIN Yogyakarta. Azhar Ipong S., Radikalisme Petani Masa Orde Baru, Yogyakarta; Yayasan untuk Indonesia, 1999. BPS Kab. Kubar, Kutai Barat Dalam Angka2011, BPS Kab. Kubar, ISSN: 1907-2112, 2011. Syafruddin, Perlawanan Perempuan Sasak (Perspektif Feminisme), Mataram: Mataram University Press, 2006. Undang Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunanid_ID
dc.identifier.isbn978-602-1500-88-0
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/11617/9708
dc.description.abstractMayoritas penduduk Kutai Barat adalah suku Dayak, dengan bahasa, adat-istiadat, kultur, budaya dan hutan sebagai sumber penghidupan, obat-obatan, penanda budaya, serta identitasnya sebagai sekumpulan masyarakat adat. Kepemilikan kawasan kelola hutan (adat) berdasarkan faktor genealogis dan teritorial berdasarkan asal usul (sejarah) yang sudah ada secara turun-temurun jauh sebelum Negara Republik Indonesia ada. Beberapa lahan adat dijual secara sepihak oleh masyarakat sehingga menimbulkan konflik horizontal antara kampung Muara Tae dan Muara Ponaq, yang masih satu keturunan rumpun Dayak Benuaq. Masyarakat tetap bertahan dengan merestorasi lahan dan menanam kembali pohon-pohon asli hutan untuk mendapatkan kembali wilayah hutan adat. Masyarakat adat juga menempuh jalan spiritual dengan mengelar sumpah adat untuk menyerahkan persoalan kepada para leluhurnya. Sumpah adat merupakan solusi akhir dari bentuk sikap pasrah masyarakat dan menyerahkan persoalan hutan adat kepada leluhurnya. Siapapun yang salah dan tidak jujur, maka akan disadarkan lewat hukuman dari para leluhur. Metode kearifan lokal berbasis transendental ini mengingatkan agar manusia dapat lebih arif dan bijak kepada alam dengan prinsip: Tauhid, Khilafah, Amanat, dan Syariah untuk mewujudkan kelestarian alam dan islah untuk menjalin perdamaian.id_ID
dc.language.isootherid_ID
dc.publisherProsiding Seminar Nasional & Call for Papers Hukum Transendentalid_ID
dc.subjectkonflik lahanid_ID
dc.subjectsumpah adatid_ID
dc.subjectkearifan lokalid_ID
dc.subjectmetode hukum transendentalid_ID
dc.titleKearifan Lokal berbasis Transendental: Kasus Sengketa Lahan Adat di Kutai Barat, Kalimantan Timurid_ID
dc.typeArticleid_ID


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record