Seminar Nasional Teknik Sipil II 2012Membangun Infrastruktur Teknik Sipil yang Berkelanjutanhttp://hdl.handle.net/11617/109762024-03-28T11:24:58Z2024-03-28T11:24:58ZAnalisa Kapasitas Optimal Lapangan Penumpukan Petikemas Pelabuhan Samarinda Berdasar Operator dan Pengguna PelabuhanMisliahSamang, LawalennaAdisasmita, RaharjoSitepu, Gandinghttp://hdl.handle.net/11617/37632019-07-01T06:31:41Z2012-05-26T00:00:00ZAnalisa Kapasitas Optimal Lapangan Penumpukan Petikemas Pelabuhan Samarinda Berdasar Operator dan Pengguna Pelabuhan
Misliah; Samang, Lawalenna; Adisasmita, Raharjo; Sitepu, Ganding
Salah satu komponen penting dari sistem transportasi laut untuk Negara kepulauan seperti Indonesia
adalah pelabuhan.. Lapangan penumpukan yang digunakan untuk melayani muatan peti kemas
merupakan salah satu fasilitas utama pelabuhan yang digunakan untuk menyimpan peti kemas yang
berasal dari kapal atau yang akan ke kapal. Lapangan penumpukan diperlukan untuk mencegah resiko
delay kapal yang mengakibatkan produksi bongkar muat menurun dan waktu kapal dan barang
dipelabuhan menjadi lama. Pelabuhan Samarinda merupakan salah satu dari 25 pelabuhan strategis
yang ada di Indonesia, dan merupakan kandidat pelabuhan yang akan dikembangkan menjadi
internasional port (RPJP 2005-2025), berlokasi di kota Samarinda Propinsi Kalimantan Timur. Jumlah
Petikemas yang melewati pelabuhan tahun 1998-2010 mengalami peningkatan, dari 50.548 Teus yang
dibongkar muat tahun 1999 menjadi 188.861 Teus tahun 2010. Untuk bongkar dari 25.999 Teus tahun
1999 menjadi 95.079 Teus tahun 2010, sedang muat dari 25.549 Teus tahun 1999 menjadi 93.782 Teus
tahun 2010. Tujuan penelitian menganalisis kapasitas lapangan penumpukan yang optimal baik bagi
operator maupun pengguna. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pengelola
pelabuhan (operator) yang dapat memperkecil resiko delay bagi pemilik kapal dan barang (pengguna).
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tingkat pertumbuhan petikemas yang melewati lapangan
penumpukan adalah 10,05 %. Tingkat pemanfaatan lapangan penumpukan sekarang (tahun 2010)
sebesar 111,71 % dengan kapasitas sebesar 169.068 teus pertahun dan rata-rata waktu penumpukan 10
hari. Tingkat pemanfaatan lapangan penumpukan optimal berdasar biaya operator dan pengguna
sebesar 95,82 %, dengan kapasitas lapangan penumpukan yang dibutuhkan sebesar 197,100 teus
pertahun atau luas lapangan penumpukan sebesar 45.000 m2.
2012-05-26T00:00:00ZAnalisis Dampak Laluntas Terhadap Pembangunan Gapuro Pintu Gerbang di SurakartaSuwardihttp://hdl.handle.net/11617/37622019-07-01T06:31:41Z2012-05-26T00:00:00ZAnalisis Dampak Laluntas Terhadap Pembangunan Gapuro Pintu Gerbang di Surakarta
Suwardi
Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah, mempunyai luas wilayah 44,06 km
, dengan
jumlah penduduk 515.372 jiwa, yang terdiri dari 5 kecamatan, 51 kalurahan. Kota Surakarta merupakan
kota administrasi, kota batik dan kota budaya yang saat sekarang sedang berkembang dengan pesat dan
sangat kental dengan budaya Jawa. Guna memberi tanda di pintu gerbang utama masuk Kota Surakarta,
perlu pembangunan pintu gerbang utama Kota Surakarta yang terletak di pintu gerbang Kleco, Juruk
dan Jl Adisucipto. Agar pembangunan gapura pintu masuk tidak menimbulkan dampak yang
mengganggu aktifitas dan pengguna jalan kaitanya dengan lalulintas, maka perlu penelitian yang
meliputi: lokasi penempatan gapura, saat pembangunan dan pasca pembangunan. Metode yang
digunakan diskriptif analitis.Tujuan penelitian: menganalisis dampak lalulintas akibat pembangunan
gapura pintu masuk meliputi: penempatan gapura, saat pembangunan dan pasca pembanguanan.
Menganalisis sistem pergerakan lalulintas saat pelaksanaan pembangunan dan pasca pembangunan
gapura pintu masuk. Manfaat penelitian, pada saat dan pasca pembangunan gapura pintu gerbang
Surakarta lalulintas tetap lancar dan lingkungan tidak terganggu. Hasil analisis adalah sebagai berikut:
(1). Gapura pintu masuk di Kleco, diameter 40 m, bila as Gapura berada di as jalan, perlu pelebaran ke
utara 4,5 meter. Bila as Gapura bergeser ke selatan 2,5 meter dari as jalan, maka tidak perlu pelebaran
jalan, Sebelum dimulai perlu perkerasan trotoar utara dan selatan sepanjang 100 meter, hal ini
dimaksutkan saat pelaksanaan tidak mengganggu lalulintas dengan cara mengalihkan lalulintas setengah
jalan. Pasca pembangunan Gapura, sampai tahun 2029 kaitanya dengan karakteristik lalulintas tidak
perlu pelebaran jalan. Perlu lahan parkir di berem jalan. (2). Gapura pintu masuk di Jurug diameter 40
m, lahan tidak mengalami masalah karena areal yang tersedia dengan lebar 44 m. Sebelum
pembanguanan dimulai, perlu perkerasan 3,5m masing-masing arah guna memperlancar arus lalulintas
dengan panjang 100 meter dengan arah membujur jalan. (3). Gapura Pintu Masuk di Tugu Adipura
diameter 40 m, perlu pelebaran ke arah sisi utara 2 m dan kearah sisi selatan 2 m. Perlu perkerasan
jalur lambat sisi utara dan sisi selatan dengan panjang 100 meter kearah membujur jalan. Untuk 20
tahun kedepan ruas jalan masih memenuhi tanpa pelebaran.
2012-05-26T00:00:00ZKajian Aspek Keberlanjutan Material Konstruksi Jembatan Selat SundaErvianto, Wulfram I.Soemardi, Biemo W.Abduh, MuhamadAbduh, MuhamadSurjamantohttp://hdl.handle.net/11617/37612019-07-01T06:31:41Z2012-05-26T00:00:00ZKajian Aspek Keberlanjutan Material Konstruksi Jembatan Selat Sunda
Ervianto, Wulfram I.; Soemardi, Biemo W.; Abduh, Muhamad; Abduh, Muhamad; Surjamanto
Konsep pembangunan berkelanjutan mencakup tiga pilar utama yang saling terkait yaitu
pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup. Dalam KTT Bumi
disepakati pola pembangunan baru yang diterapkan secara global yang disebut dengan
Environm entally Sound and Sustainable Development (ESSD), di Indonesia dikenal dengan
Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan (PBBL). Tujuannya tidak lain adalah
untuk melestarikan alam agar tetap layak untuk tinggal bagi generasi mendatang. Turunan dari
PBBL adalah konstruksi berkelanjutan yang bertujuan melakukan penghematan bahan dan
pengurangan limbah serta kemudahan pemeliharaan bangunan pasca konstruksi. Berdasarkan
data runtun statistik konstruksi tahun 1990 sampai dengan 2010 nilai konstruksi cenderung
mengalami peningkatan, yang berarti bahwa pemakaian sumberdaya alam akan semakin tinggi dan
jumlah limbah konstruksi yang dibuang ke lingkungan semakin besar. Jika pembangunan tidak
dikelola dengan baik maka akan berakibat terjadinya bencana lingkungan di masa mendatang. Tujuan
dari kajian ini adalah untuk mengkaji cara-cara pembangunan yang ramah lingkungan, lebih
difokuskan pada aspek material konstruksi yang berkelanjutan. Kajian dilakukan pada rencana
pembangunan jembatan Selat Sunda. Hasil dari kajian diperoleh bahwa emisi yang ditimbulkan oleh
material konstruksi sebesar 1.972.613 ton CO2 ekivalen. Selain itu perlu perhatian pada saat umur
kelayakan berakhir maka akan menimbulkan limbah dalam jumlah sangat besar sehingga perlu waste
management plan.
2012-05-26T00:00:00ZPengembangan Komponen Aprs untuk Pemadat Campuran Aspal di LaboratoriumIchsan, MuhamadSunarjono, SriSudjatmiko, AliemHartadi S, Musclihhttp://hdl.handle.net/11617/37602019-07-01T06:31:41Z2012-05-26T00:00:00ZPengembangan Komponen Aprs untuk Pemadat Campuran Aspal di Laboratorium
Ichsan, Muhamad; Sunarjono, Sri; Sudjatmiko, Aliem; Hartadi S, Musclih
APRS (Alat Pemadat Roller Slab) telah dimanufaktur di Laboratorium Teknik Sipil UMS. APRS adalah
alat untuk memadatkan campuran aspal. Secara khusus, alat ini digunakan untuk menyiapkan benda uji
di laboratorium. Alat ini dibuat untuk menyesuaikan proses pemadatan yang ada di lapangan, yaitu
mendekati tandem roller. Alat yang baru ini perlu dievaluasi kinerjanya, terutama untuk mengetahui
apakah seluruh komponen alat telah mampu menghasilkan produk yang berkualitas, mudah
dioperasikan, serta aman bagi operatornya. Artikel ini melaporkan hasil penelitian pengembangan
komponen APRS dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya. Penelitian dilakukan menggunakan
metode review desain dan pengamatan langsung kinerja APRS. Hasil pengamatan dianalisis untuk
mengetahui kebutuhan komponen tambahan APRS. Komponen tambahan kemudian didesain sebagai
blueprint pelaksanaan manufaktur. Berdasarkan review desain awal APRS diketahui beberapa
kekurangan, yaitu (a) alat ini belum secara penuh bersesuaian dengan model pemadatan di lapangan
karena hanya menggunakan roda baja, (b) struktur kerangka perlu diperkuat, (c) kecepatan roda tidak
dapat bervariasi, dan (d) desain awal masih kurang stabil dan perlu perbaikan agar dapat bekerja lebih
maksimal. Berdasarkan uji coba APRS diketahui ada beberapa kekurangan, yaitu: (a) kesulitan
mengangkat roda dan batang tekan karena terlalu berat, (b) kesulitan saat mengeluarkan sampel dari
loyang, (c) pencampuran aspal tidak praktis dan sulit dikerjakan, (d) belum dilengkapi komponen beban,
(e) terjadi retakan pada permukaan sampel karena gilasan yang belum tuntas. Kriteria yang digunakan
dalam pengembangan komponen APRS adalah: (1) aman pada waktu menaikkan beban roller dan beban
dengan pemberat, (2) aman saat menuangkan benda uji pada loyang/meja kerja, (3) aman pada waktu
menurunkan beban roller dan beban dengan pemberat, dan (3) aman waktu menjalankan APRS supaya
tidak ada kecelakaan. Berdasarkan analisis menyeluruh disimpulkan bahwa APRS masih memerlukan
lima komponen tambahan. Kelima komponen telah didesain dan sebagian telah dimanufaktur. Lima
komponen tersebut adalah: (1) pemasangan trolli, (2) extruder, (3) dudukan core drill, (4) mixer, (4)
beban tambah, dan (5) penambahan roda karet.
2012-05-26T00:00:00Z