Volume 23 No. 2, November 2011http://hdl.handle.net/11617/22312024-03-28T17:08:09Z2024-03-28T17:08:09ZMAKNA MITOS RITUAL KUNGKUM DI UMBUL SUNGSANG PENGGING BOYOLALINuraini, HeriZuhri, SaifuddinAriyanto, M. Darojathttp://hdl.handle.net/11617/22682018-03-19T04:28:02Z2011-11-01T00:00:00ZMAKNA MITOS RITUAL KUNGKUM DI UMBUL SUNGSANG PENGGING BOYOLALI
Nuraini, Heri; Zuhri, Saifuddin; Ariyanto, M. Darojat
Penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan (field research)
dengan menggunakan metode pendekatan fenomenologis, yang
sumber datanya diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Setelah data diperoleh dan dikumpulkan kemudian
dianalisis secara deduktif dan induktif untuk mencari makna mitos
ritual kungkum tersebut. Berdasarkan hasil analisis, ada beberapa
kesimpulan yang di peroleh, pertama rada tiga mitos yang
berkembang di masyarakat tentang ritual kungkum yaitu,
berdasarkan keyakinan, kelakuan raja-raja Keraton Surakarta, dan
ritual kungkum yang dilakukan oleh Bagus Burhan waktu belajar
agama. Kedua, makna yang terdapat dalam mitos ritual kungkum
di Umbul Sungsang Pengging Boyolali, yaitu Sebagai salah satu jalan
untuk memohon sesuatu (hajat) kepada Tuhan, Sebagai bentuk
penyucian jiwa dan raga, Sebagai bentuk ikhtiar terhadap usaha
yang sudah dilakukan, Sebagai salah satu sarana terapi atau
penyembuhan, dan Sebagai salah satu sarana menentramkan dan
menenangkan hati.
2011-11-01T00:00:00ZTEOLOGI KRISTEN MODERN DI AFRIKAAriyanto, M. Darojathttp://hdl.handle.net/11617/22672018-03-19T04:27:58Z2011-11-01T00:00:00ZTEOLOGI KRISTEN MODERN DI AFRIKA
Ariyanto, M. Darojat
Teologi Afrika berusaha menyesuaikan dengan konteks Afrika yang
penuh dengan penyembahan nenek moyang dan kepercayaan
animisme Ada dua pandangan yang berbeda dalam teologi Afrika.
John Mbiti memandang bahwa dalam kepercayaan Afrika ada
kebenarannya hanya belum sempurna dan akan disempurnakan
dalam Yesus kristus. Adapun Byang H Kato memandang kepercayaan
Afrika masih kafir dan perlu dikristenkan, sehingga rumusanrumusan
teologi kristennya ingin dibersihkan dari unsur kepercayaan
Afrika.
2011-11-01T00:00:00ZPERMASALAHAN FIQH DALAM PELAKSANAAN IBADAH HAJISyarafuddin HZhttp://hdl.handle.net/11617/22662018-03-19T04:27:38Z2011-11-01T00:00:00ZPERMASALAHAN FIQH DALAM PELAKSANAAN IBADAH HAJI
Syarafuddin HZ
Ibadah Haji merupakan salah rukun Islam yang kelima, sehingga
seorang Muslim yang mampu wajiblah ia untuk mengerjakannya.
Dikarenakan ibadah Haji dilakukan di Makkah, maka banyak sekali
masalah-malah yang muncul bagi mereka yang akan menjalan-kannya,
baik masalah pendaftaran, persiapan, pemberangkatan, serta
kegiatan-kegiatan yang ada di Makkah. Melihat fenomen itulah penulis
tertarik untuk membahas permasalahan figh dalam manasik Haji.
Begitu banyaknya masalah haji maka penulis membatasi pada miqat,
tarwiyah, mabid, dam dan badal. Setelah ditelusuri dari berbagai
sumber didapat kesimpulan bahwa: Bandara King Abdul Aziz dapat
dijadikan miqat makani bagi jemaah haji Indonesia gelombang kedua,
Tarwiyah yaitu keberangkatan jemaah haji ke Mina sebelum
Arafah sangat dianjurkan sepanjang memungkinkan dan tidak
merugikan, Mabid di Mina pada waktu melempar jumrah hukumnya
adalah wajib, waktu penyembelihan hewan dam adalah pada hari
nahar tanggal 10 Dzulhijjah sebelum tahallul atau pada hari-hari
Tasyriq. Majlis tarjih Muhammadiyah untuk sementara berpendapat
bahwa anak dapat menjadi badal untuk menghajikan bapak dan
ibunya
2011-11-01T00:00:00ZREVIEW TERHADAP PEMIKIRAN ABU AHMAD TENTANG LOGICAL POSITIVISMMahmud, AbdullahMuhtarom, Muhammadhttp://hdl.handle.net/11617/22652018-03-19T04:29:38Z2011-11-01T00:00:00ZREVIEW TERHADAP PEMIKIRAN ABU AHMAD TENTANG LOGICAL POSITIVISM
Mahmud, Abdullah; Muhtarom, Muhammad
Artikel ini adalah tanggapan terhadap pembahasan tentang logical
positivism, yang ditulis oleh Abu Ahmad, meskipun cukup singkat tetapi
sangat membantu pembaca dalam mengenali pokok-pokok pandangan
dan argumen aliran positivisme. Dari beberapa komentar penulis, maka
dapat disimpulkan bahwa pandangan positivisme yang menekankan
pendekatan rasional empiris cenderung melihat kebenaran hanya dari
kebenaran koherensi, korespondensi, dan pragmatis. Positivisme tidak
menggunakan kacamata kebenaran performansi dan kebenaran
paradigmatik untuk memahami aspek-aspek yang lebih bersifat
metafisis dari pengalaman emosional dan spiritual manusia.
2011-11-01T00:00:00Z