Volume 14 No. 1, Juni 2013http://hdl.handle.net/11617/38692024-03-29T00:05:20Z2024-03-29T00:05:20ZPROSPEK PARTAI ISLAM IDEOLOGIS DI INDONESIAShobron, Sudarnohttp://hdl.handle.net/11617/38762018-03-19T04:02:32Z2013-06-01T00:00:00ZPROSPEK PARTAI ISLAM IDEOLOGIS DI INDONESIA
Shobron, Sudarno
Partai Islam Ideologis pernah mengalami kesuksesan di Indonesia pada tahun
1955 yang dipresentasikan oleh Masyumi dan NU, dan pada tahun 1977 oleh Partai
Persatuan Pembangunan (PPP). Namun kesuksesan tersebut tidak dapat melampaui
kesuksesan partai non-Islam yang mendapatkan suara cukup signifikan, sehingga partai
Islam ideologis tetap kalah.Era reformasi memberikan perluang munculnya partai
ideologis atau partai yang berazaskan Islam, misalnya Partai Bulan Bintang (PBB).
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan PPP sendiri yang telah lolos verifikasi untuk
mengikuti pemilihan umum, selain partai yang memiliki basis masa organisasi massa
Islam, misalnya Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Nasib partai-partai ini tidak jauh berbeda dengan partai ideologis pada masa Orde
Lama dan Orde Baru.Untuk itulah perlu ada gagasan cerdas untuk menghadirkan
partai ideologis misalnya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai peserta pemilu yang
memperjuangkan syareat Islam di Indonesia, tetapi apakah partai ideologis ini memiliki
prospek? Artikel ini akan mencoba memberikan jawaban.
2013-06-01T00:00:00ZKONSEP JIHAD DALAM KONTEKS NEGARA BANGSA (Studi Kasus Aceh Pasca Perjuangan Kemerdekaan)ZA, M. SyabliAzhari, Aidul FitriciadaHidayat, Syamsulhttp://hdl.handle.net/11617/38752018-03-19T04:02:31Z2013-06-01T00:00:00ZKONSEP JIHAD DALAM KONTEKS NEGARA BANGSA (Studi Kasus Aceh Pasca Perjuangan Kemerdekaan)
ZA, M. Syabli; Azhari, Aidul Fitriciada; Hidayat, Syamsul
Jihad merupakan konsep yang murni datang dari Islam dan tidak terkait
dengan batas-batas wilayah. Jihad ada dimana umat muslim hidup. Sementara negara
bangsa merupakan fenomena, yang muncul sejak abad ke-17 dan salah satunya
disebabkan oleh dekolonialisasi, seperti halnya Indonesia.Berbeda dengan jihad, negara
bangsa sangat terkait dengan batas teritorial. Di Indonesia, jihad menggema sebagai
kekuatan perjuangan kemerdekaan dan juga mempertahankan kemerdekaan. Namun
setelah Indonesia merdeka, muncul juga perjuangan-perjuangan jihad untuk melepaskan
diri dari negara bangsa, Aceh dengan DI/TII dan GAM contohnya.Penelitian ini
bertujuan untuk mengungkap dan mengkontruksi konsep jihad dalam konteks negara
bangsa berdasarkan kasus Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan termasuk riset kepustakaan (library
research).Yang menjadi bahan kajian adalah buku-buku sejarah tentang perjalanan
Indonesia dan Aceh yang sekaligus menjadi sumber data primer.Selain itu data juga
diperoleh dari sumber-sumber sekunder sebagai konfirmasi dan penunjangn sumber
data primer.Setelah dilakukan seleksi, data dianalisis dengan menggunakan metode
historis analisis kritis, berupa deskripsi, pembahasan serta kritik-kritik terhadap
permasalahan, sehingga bisa didapatkan penafsiran yang konfrehensip terhadap masalah
yang diteliti.
Hasil penelitian: 1) Konsep Jihad sudah ada sejak pembentukan dan menjelma usaha
pertahanan negara Indonesia. 2) Jihad di Aceh berdinamika dari berjuang bersama
Indonesia, mendirikan negara Islam dengan DI/TII, dan mendirikan negara Aceh dengan
GAM. 3) Konsep jihad dalam negara bangsa bisa diidentifikasi dari lawan, isu utama,
komunitas terbayang yang dicita-citakan, serta model pembentukan negaranya. Aceh
ketika bergabung berjuang bersama Indonesia di awal kemerdekaan melakukan jihad,
begitu juga dengan DI/TII masih bisa dikatakan jihad, berbeda dengan GAM yang
terlepas dari jihad demi menegakkan negara bagi bangsa Aceh.
2013-06-01T00:00:00ZTOLERANSI MAJELIS MUJAHIDIN INDONESIA DALAM KEBERAGAMAAN, SOSIAL, BUDAYA DAN POLITIKPrasetyo, Budihttp://hdl.handle.net/11617/38742018-03-19T04:02:34Z2013-06-01T00:00:00ZTOLERANSI MAJELIS MUJAHIDIN INDONESIA DALAM KEBERAGAMAAN, SOSIAL, BUDAYA DAN POLITIK
Prasetyo, Budi
Majelis Mujahidin Indonesia adalah sebuah institusi yang berdiri pada tahun
2000 dengan tujuan untuk memperjuangkan formalisasi syari’ah islam, khususnya di
Indonesia. Setiap gerakan yang bertujuan untuk menerapkan syari’ah islam oleh publik
dipandang sebagai gerakan yang ekstrem dan militan. Bahkan dikesankan gerakan itu
gerakan yang intoleran. Penelitian dengan pendekatan fenomenologi ini berusaha
mengungkap pandangan-pandangan majelis Mujahidin tentang toleransi. Penelitian
ini dibatasi pada tahun 200 hingga 2007 mengingat setelah itu di tubuh Majelis
Mujahidin terjadi perpecahan yang signifikan.Untuk mengamati berbagai sikap toleransi
ini, difookuskan kepada empat kelompok; yaitu; sikap terhadap umat non-Islam, sikap
terhadap perbedaan pendapat, sikap terhadap budaya, dan sikap terhadap perbedaan
politik. Dari penelitian didapatkan data bahwa majelis Mujahidin pun senantiasa
berusaha untuk bersikap toleran terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Hanya saja
prespektif toleransi mereka adalah syari’ah Islam. Perspektif toleransi inilah yang tak
jarang berbeda dengan sebagaian umat lain, karena memandang dengan perspektif
lain.
2013-06-01T00:00:00ZDINAMIKA PENAFSIRAN AL-QURAN DI SURAKARTA: 1900-1930Junaidi, Akhmad Arifhttp://hdl.handle.net/11617/38732018-03-19T04:02:34Z2013-06-01T00:00:00ZDINAMIKA PENAFSIRAN AL-QURAN DI SURAKARTA: 1900-1930
Junaidi, Akhmad Arif
Dinamika penafsiran al-Quran begitu intens di Surakarta dalam rentang
waktu antara 1900-1930. Dengan analisis perbandingan makalah ini mengkaji dan
menemukan tiga karya tafsir yang sama-sama diproduksi Surakarta memiliki concern
yang berbeda. Tafsîr al-Quran al-‘A“îm lebih banyak menjadikan tema ortodoksi Islam
sebagai isu sentral dari penafsiran-penafsirannya.Hal ini tentu bisa dimengerti karena
karya tafsir tersebut ditulis oleh seorang pengulu agengkraton yang banyak bergelut
dengan hukum Islam.Sedangkan Tafsîr Surat Wal Acri lebih banyak menjadikan tema
hubungan Islam-Kristen sebagai isu sentralnya.Penulis kitab ini tampak dirisaukan
oleh kegiatan-kegiatan zending yang semakin meraja-lela di kawasan Kasunanan
Surakarta. Kitab Tafsîr Qur’an Djawen menjadikan pentingnya ukhuwwah Islamiyyah
sebagai isu utama penafsiran-penafsirannya. Dalam kitab ini tampak banyak diuaraikan
fenomena perpecahan di kalangan umat Islam dikarenakan perbedaan-perbedaan dalam
masalah-masalah furu’iyyah.
2013-06-01T00:00:00Z