Volume 11 No. 2, Agustus 2010http://hdl.handle.net/11617/6342024-03-28T12:09:25Z2024-03-28T12:09:25ZMODEL MANAJEMEN PEMENTASAN KESENIAN RONGGENG UNTUK MENUNJANG PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAHAl-Ma’ruf, Ali ImronWidyastutieningrum, Sri RochanaM. Yahyahttp://hdl.handle.net/11617/6652018-03-19T04:14:46Z2010-08-01T00:00:00ZMODEL MANAJEMEN PEMENTASAN KESENIAN RONGGENG UNTUK MENUNJANG PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH
Al-Ma’ruf, Ali Imron; Widyastutieningrum, Sri Rochana; M. Yahya
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun model manajemen pementasan kesenian
Ronggeng guna menunjang pengembangan pariwisata di Kabupaten Banyumas Jawa
Tengah. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yakni Tahap I (2007), Tahap II (2008),
dan Tahap III (2009). Pada tahap I (2007) difokuskan pada penciptaan model manajemen
pementasan kesenian ronggeng untuk menunjang pariwisata di Banyumas. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (research and development)
dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan empat teknik: (1)
pengamatan terhadap kondisi manajemen pementasan ronggeng, (2) wawancara
mendalam (in-depth interviewing) dengan informan kunci: seniman ronggeng,
budayawan/ pengamat seni tradisi, Pimpinan dan staf Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Banyumas, biro perjalanan wisata, dan Kepala UPT Lokasi Pariwisata
Baturraden; (3) telaah pustaka yang terkait dengan kesenian Ronggeng dan pariwisata,
dan (4) Forum Group Discussion (FGD). Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan
model analisis interakif Mils & Huberman (1984). Dalam setiap tahapan pengumpulan
data dilakukan penyusunan proposisi, interpretasi data, dan penarikan simpulan. Adapun
hasil penelitian adalah model manajemen profesional dalam pementasan kesenian
Ronggeng untuk menunjang pengembangan pariwisata di Kabupaten Banyumas
meliputi: (1) sosialisasi dan publikasi dalam event yang dihadiri publik/massa, (2)
promosi secara optimal melalui media visual (pamflet, spanduk, dan slide film bioskup),
audio (RRI, radio swasta niaga, dan siaran mobil keliling), dan audiovisual (rekaman
pementasan kesenian ronggeng dalam VCD/ DVD), (3) penggalian dana sponsor dari
institusi/ yayasan yang memiliki komitmen terhadap kesenian tradisi dan perusahaan
multinasional dan internasional, (4) pelayanan yang baik terhadap wisatawan dengan
penampilan/sikap positif para petugas pariwisata, informasi wisata yang komunikatif,
dan arena pementasan ronggeng yang nyaman dan aman, dan (5) pembentukan jaringan
kerja sama sinergis pihak-pihak terkait: Pimpinan dan staf Dinparbud Kabupaten
Banyumas, Kepala UPT Lokasi Pariwisata, seniman ronggeng, budayawan/ pengamat
seni tradisi, biro perjalanan wisata, serta media massa. Dengan kerja sama sinergis
keenam pihak terkait diharapkan pementasan kesenian ronggeng untuk menunjang
pengembangan pariwisata di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah dapat terwujud.
2010-08-01T00:00:00ZPEMBINAAN DAN PEMENTASAN TEATER SEKOLAH SERTA FUNGSINYA DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI SMA PANGUDILUHUR SURAKARTAAryani, M.F. RinaHasyim, NafronPrayitno, Harun Jokohttp://hdl.handle.net/11617/6642018-03-19T04:15:20Z2010-02-01T00:00:00ZPEMBINAAN DAN PEMENTASAN TEATER SEKOLAH SERTA FUNGSINYA DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI SMA PANGUDILUHUR SURAKARTA
Aryani, M.F. Rina; Hasyim, Nafron; Prayitno, Harun Joko
Secara umum penelitian bertujuan untuk membina perkembangan wawasan berkesenian
bagi siswa dan peningkatan apresiasi drama melalui pendidikan dengan memanfatkan
media pementasan drama. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut
(1) mendeskripsikan pembinaan dan pementasan teater sekolah di SMA Pangudi Luhur
Surakarta dan (2) mendeskripsikan relevansi proses pembinaan teater sekolah dengan
pembelajaran apresiasi drama di SMA Pangudi Luhur Surakarta. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif atau kasus terpancang tunggal (Sutopo,
2002). Penelitian ini dilaksanakan di SMA Pangudi Luhur Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Penelitian dilakukan selama tiga bulan, di dalam proses belajar-mengajar maupun di
luar proses belajar mengajart. Sumber data meliputi: informan, arsip dan dokumen,
serta tempat dan peristiwa. Teknik analisis data yang digunakan adalahmodel interaktif
(Miles dan Huberman, 1984), yang terdiri dari tiga komponen analisis, yaitu: reduksi
data, sajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pPembinaan dan pemenatasan pada kelompok Teater Biroe SMA Pangudi Luhur
Surakarta meliputi (a) pembinaan olah vokal disampaikan secara bertahap dan
bervariasi, (b) pembinaan olah nafas dan olah raga serta olah rasa dilatihkan secara
bersama-sama, (c) pembinaan latihan materi meliputi teknik berakting dan pemberian
pengetahuan tentang bedah naskah, dan (d) pementasan produksi. Fungsi teater sekolah
dalam pembelajaran apresiasi drama adalah (1) sebagai sumber belajar dalam
pembelajaran apresiasi drama, (2) aktivitas latihan teater sebagai model dalam
pembelajaran apresiasi drama, dan (3) teater sekolah sebagai pendorong kompetensi
bersastra bagi siswa.
2010-02-01T00:00:00ZPARTISIPAN SERTA KONTEKS SITUASI DAN SOSIAL BUDAYA PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPASPratiwi, Dini RestiyantiSabardila, AtiqaNasucha, Yakubhttp://hdl.handle.net/11617/6632018-03-19T04:15:57Z2010-08-01T00:00:00ZPARTISIPAN SERTA KONTEKS SITUASI DAN SOSIAL BUDAYA PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS
Pratiwi, Dini Restiyanti; Sabardila, Atiqa; Nasucha, Yakub
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi jumlah dan posisi partisipan yang terlibat
dalam percakapan pada masing-masing rubrik kartun opini dalam harian Kompas serta
mengkaji konteks situasi dan sosial budaya yang melatarbelakangi wacana pada masingmasing
rubrik kartun opini dalam harian Kompas. Penyediaan data dalam penelitian
ini menggunakan tekik pustaka untuk menemukan teks-teks yang berhubungan dengan
objek penelitian dan mendapatkan surat kabar harian Kompas yang di dalamnya terdapat
wacana kartun. Hasil penelitian menyatakan bahwa (1) jumlah dan posisi partisipan
yang sering muncul pada masing-masing kartun opini dalam harian Kompas, secara
umum berperan sebagai penjual dan pembeli, (2) konteks situasi dan sosial budaya
yang terdapat dalam masing-masing kartun opini secara umum merupakan gambaran
masyarakat yang tinggal di kota besar seperti Jakarta. Hanya kartun Hari-hari Antre
Minyak di Bojong Gede yang bukan merupakan gambaran masyarakat Jakarta, tetapi
merupakan gambaran masyarakat Bojong Gede kabupaten kota Bogor.
2010-08-01T00:00:00ZMULTIKULTURALISME DALAM CERITA TRADISIONAL YOGYAKARTAThobroni, MuhammadNurgiyantoro, Burhanhttp://hdl.handle.net/11617/6622018-03-19T04:15:16Z2010-02-01T00:00:00ZMULTIKULTURALISME DALAM CERITA TRADISIONAL YOGYAKARTA
Thobroni, Muhammad; Nurgiyantoro, Burhan
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur multikulturalisme dalam cerita
tradisional Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan
metode analisis wacana. Sumber penelitian ialah cerita tradisional Yogyakarta dalam
bentuk buku yang diperoleh dengan teknik baca-catat. Data yang terkumpul dianalisis
dengan metode analisis wacana dengan meminjam teknik referensi, inferensi,
pengetahuan tentang dunia, dan perbandingan. Keabsahan data melalui validitas dan
reliabilitas. Validitas data melalui validitas semantik dan verifikasi pakar, yakni Prof.
Dr. Bakdi Soemanto, pakar sastra dan penulis cerita tradisional, serta Dr. Purwadi,
pakar Kejawaan. Reliabilitas melalui reliabilitas intrarater yakni baca-kaji-ulang, dan
reliabilitas interater dengan cara berdiskusi dengan teman. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: cerita tradisional Yogyakarta mengandung unsur multikulturalisme bidang
sosial-budaya, seperti perang saudara, ketidakadilan gender dan nafas feminisme Jawa,
ketahanan pangan, teknologi berbasis masyarakat, semangat dagang, masalah keluarga,
penghormatan terhadap tata susila, dan sikap tamak dalam hidup, politik dan hukum
seperti perebutan kekuasaan dan kepemimpinan politik, dan pendidikan seperti
pendidikan transfer nilai, pendidikan pekerti, pendidikan kearifan lokal, pendidikan
ramah lingkungan, pendidikan religiusitas, pengenalan lintas budaya, pendidikan
konseling remaja, penghormatan terhadap pahlawan, pendidikan enterpreunership, dan
pendidikan kewarganegaraan. Keragaman dalam cerita tradisional menunjukkan cerita
tradisional Yogyakarta intensif dalam pergulatan sosial-budaya. Pergulatan itu menjadi
inspirasi penting bagi proses lahirnya cerita tradisional, sekaligus merekam dan memotret
realitas sosial-budaya. Cerita tradisional bertema politik menunjukkan masyarakat pada
dasarnya “merasa akrab” dengan peristiwa politik, meskipun terlihat “diam” atas apa
yang dirasakan. Cerita tradisional menjadi “pemberontakan” karena tersumbatnya
saluran berpendapat terhadap proses politik yang terjadi. Cerita tradisional bertema
pendidikan menunjukkan masyarakat memiliki kepedulian dan keterikatan tertentu dalam
dunia pendidikan.
2010-02-01T00:00:00Z