WATER BALANCE SEBUAH ALTERNATIF MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR (SDA): STUDI KASUS DI SUKOHARJO
Abstract
Water balance yang dikenal juga Neraca Sumberdaya Air (NSDA) merupakan salah satu cara evaluasi SDA yang
terdapat di suatu daerah. Walaupun era ini bukan merupakan era yang baru, tetapi ternyata masih dapat digunakan sebagai
dasar pengelolaan SDA. Hal ini karena data yang digunakan adalah semua data uang terkait dengan variable hidrologi.
Diantaranya tersebut adalah curah hujan (variable meteorology), topografi, penggunaan lahan, data hidrologi (variable fisik
DAS), maupun berbagai penggunaan air. (variable output)
Adapun penelitian telah dilakukan di Sukoharjo dengan menggunakan metode survey. Dalam penelitian ini
menekankan pada air tanah dan penggunaannya. Pelaksanaan penelitian menggunakan pendekatan bentuklahan. Dari
penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa ter dapat distribusi potensi maupun penggunaan SDA yang bervariasi. Sebaran
potensi airtanah daerah penelitian berdasarkan bentuklahan diperoleh bahwa diantara 7 yang ada ternyata potensi terbesar
terdapat pada bentuklahan F1 (bentuklahan asal Fluvial) yaitu sebesar 75.787 m3/hari, sedangkan terkecil terdapat pada
bentuklahan D7 (bentuklahan asal denudasional) yaitu sebesar 789 m3/har. Penggunaan airtanah di daerah penelitian di dapat
bahwa terbesar dalam bentuklahan F1 yang diikuti pada F2. Evaluasi perbandingan antara potensi airtanah dengan kebutuhan
air pada setiap bentuklahan diperoleh bahwa pada 3 bentuklahan bentuklahan dapat memenuhi kebutuhannya. Bentuklahan
tersebut adalah F1, F2, dan V7 (bentuklahan asal volkan). Adapun kebutuhan air pada 4 bentuklahan lain potensi airtanahnya
hanya dapat untuk memenuhi kebutuhan pada saat musim hujan saja, sedangkan musim kemarau agak kekurangan.
Demikian pula kebutuhan air untuk industri yang berasal dari airtanah tertekan masih mencukupi.
Dari studi kasus ini ternyata model water balance dapat pula mengetahui wilayah yang kelebihan air maupun
wilayah kekurangan air. Walaupun demikian, masih ditemukan kelemahan model untuk diperbaiki ataupun disempurnakan.
Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan peneletian masih ditemukan hambatan, terutama kriteria data yng diperlukan.