dc.contributor.author | A.M., Ali Imron | |
dc.date.accessioned | 2012-10-23T08:02:42Z | |
dc.date.available | 2012-10-23T08:02:42Z | |
dc.date.issued | 2003-04 | |
dc.identifier.citation | Effendi, Onong Uchjana. 1986. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Karya. Hauser, Arnold. 1982. The Sociology of Art. Chicago and London: The University of Chicago Press. Imron A.M., Ali. 1999. “Mengurai Benang Kusut Perfilman Nasional”. Makalah pada Dialog Perfilaman Nasional pada tanggal 28 April 1999 di Universitas Muhammadiyah Surakarta. _____________. 1993. “Revolusi Televisi: Imperialisme Budaya Masyarakat Modern”. Makalah dalam Seminar Nasional tentang “Era Televisi Swasta di Indonesia” Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 30 Oktober 1993. Kracauer, Sigfried. 1974. From Caligary to Hitler: A Psychological History of the German Film. New Yersey: Princeton University Press. Moglen, Helena. 1984. “Erosion in theHumanities” dalam Change, Volume 16 No. 7, Oktober 1984. Rachmat, Djalaluddin. 1992. Islam Aktual: Refleksi Seorang Cendekiawan Muslim. Bandng: Mizan. Said, Salim. 1991. Pantulan Layar Putih. Jakarta: Sinar Harapan. Soebadio, Haryati. 1993. “Memahami Sastra dan Film sebagai Ungkapan Sosial-Budaya dan Konsekuensinya untuk Pendidikan”. Makalah pada Seminar Internasional dengan tema Sastra, Film, dan Pendidikan pada tanggal 19-20 November 1993 di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta. Sumardjo, Jakob. 1979. Novel Indonesia Mutakhir Sebuah Kritik. Yogyakarta: Nur Cahaya. Sumardjono. 1993. “Sinema sebagai Sarana Edukatif”. Makalah pada Seminar Internasional dengan tema Sastra, Film, dan Pendidikan pada tanggal 19-20 November 1993 di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta. Wardhana, Veven Sp. 1997. Kapitalisme Televisi dan Strategi Budaya Massa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. | en_US |
dc.identifier.issn | 0216-8219 | |
dc.identifier.uri | http://hdl.handle.net/11617/2076 | |
dc.description.abstract | Akhir-akhir ini kita jarang dapat menikmati film nasional dan sinema lainnya yang mampu
menyuguhkan sesuatu yang khas Indonesia, yang membuka pemikiran dan memberikan makna
berharga bagi kehidupan manusia.Di sisi lain minat baca karya sastra di masyarakat masih
minim, artinya masih terbatas kalangan menengah ke atas. Perlu digagas untuk menciptakan film
sastra yang merupakan film yang diangkat dari karya sastra literer, yang memiliki keharmonisan
antara metode/ bentuk penceritaan dan ide/persoalan yang dikandungnya. Film sastra dapat
mempresentasikan kesaksian tentang kehidupan sosial dan kehidupan budaya pada zamannya. Ia
juga akan dapat mengembangkan rasa empati dan toleransi, mampu membuat penontonnya
mengenal dirinya sendiri melalui tokoh-tokohnya. Pendeknya, film sastra dapat menjadi alternatif
cultural engineering dalam pembangunan bangsa. Sebab, sebagai media massa, film sastra akan
dapat memerankan fungsi: (1) memberi informasi, (2) mendidik, (3) menghibur, (4) mempengaruhi,
(5) membimbing, dan (6) mengeritik. Aspek kemanfaatan film sastra yang mampu menawarkan
nilai-nilai kehidupan, menyampaikan pendidikan multikultural tanpa menggurui, dengan
daya pikatnya yang menghibur dan enak ditonton, itulah kekuatan film sastra. | en_US |
dc.publisher | lppmums | en_US |
dc.subject | Film sastra | en_US |
dc.subject | media massa | en_US |
dc.subject | pendidikan multikultural | en_US |
dc.subject | mendidik sekaligus menghibur | en_US |
dc.subject | pembangunan budaya | en_US |
dc.title | AKTUALISASI FILM SASTRA SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL | en_US |
dc.type | Article | en_US |