PARTAI ISLAM KONTEMPORER: DARI IDEOLOGIS KE PRAGMATIS
Abstract
Dalam Ilmu politik ada tiga unsur yang saling terkait, yakni power
(kekuasaan), interest (kepentingan), dan competetion (persaingan). Partai-partai Islam
dan partai yang berbasisi massa Islam tidak lepas dari kepentingan untuk meraih
kekuasaan dengan cara bersaing dengan sesama partai Islam sendiri dan dengan partai
non Islam. Persaingan untuk meraih kekuasaan kadang ditempuh dengan cara
melakukan segala cara dan strategi, salah satunya tidak memegang teguh ideologi
secara kaku. Ideologi dibutuhkan sebagai daya tarik untuk menarik massa, namun
kadang ditinggalkan hanya karena kepentingan untuk meraih power. Partai Islam dapat
bekerjasama dengan partai non-Islam dalam merebut kekuasaan, misalnya kursi bupati/
walikota, gubernur, dan presiden didasarkan pada kepentingan yang sama. Sebaliknya
partai Islam tidak dapat bekerjasama dengan sesama partai Islam dikarenakan tidak
memiliki kepentingan yang sama.Artikel ini menganalisis kecenderungan partai Islam Indonesia yang semula memegang
2 Ishraqi, Vol. 10, No. 1, Juni 2012
ideologi Islam begitu kuat, akhirnya berpikir pragmatis untuk memperoleh kekuasaan.
Kasus pemilihan umum tahun 2009 partai-partai Islam rame-rame mendukung calon
presiden yang diusung oleh Partai Demokrat, dengan harapan memperoleh kursi menteri
dan jabatan-jabatan strategis di lembaga eksekutif. Partai Islam tidak memiliki semangat
persatuan untuk mengusung calon presiden dari kalangan internal sendiri, padahal
memenuhi syarat untuk mengajukan calon sendiri. Jelaslah ada pergeseran dari partai
ideologis ke partai pragmatis.