PEMIKIRAN NAJMUDDIN ATH-THUFI TENTANG KONSEP MASLAHAH SEBAGAI TEORI ISTINBATH HUKUM ISLAM
Abstract
Dalam pemikiran hukum Islam bila dikaitkan dengan perubahan sosial,
muncul dua teori; Pertama, teori keabadian yang meyakini bahwa hukum Islam
tidak mungkin bisa berubah dan dirubah sehingga tidak bisa beradaptasi dengan
perkembangan zaman. Peran akal manusia hanya memahami doktrin teks-teks
hukum. Kedua, teori Adaptabilitas yang meyakini bahwa hukum Islam, sebagai
hukum yang diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia, dan bisa beradaptasi
dengan perkembangan zaman, sehingga ia bisa dirubah demi mewujudkan
kemaslahatan umat manusia. Hukum Islam terikat dan dipahami menurut latar
belakang sosio kultural yang mengelilinginya, sehingga peran akal dapat memahami
perputaran hukum. Berdasarkan perspektif diatas, pemikiran hukum Islam
yang sedang berkembang ada kecenderungan mengikuti pola pemikiran yang
kedua. Diantara salah satu tokoh pemikir hukum Islam penganut teori adabtabilitas
antara lain adalah Najmuddin ath-Thufi. Kerangka dasar pemikiran yang
melatarbelakangi teori adaptabilitas adalah prinsip Maslahah, yang merupakan
tujuan hukum Islam itu sendiri. Prinsip maslahah ini sebagai nilai fundamental
bagi keberlangsungan hukum Islam dalam konteks perubahan sosial, yang mampu
merespons setiap perubahan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pemikiran Najmuddin al-Thufi tentang teori maslahah sebagai istinbath hukum
Islam dan perbedaannya dengan pemikiran ulama ushul fiqh pada umumnya
(dalam hal ini, al-Ghozali, Abu Ishak al-Syathibi dan Ibnul Qayyim al-Jauziyyah)
Penelitian ini termasuk penelitan pustaka dengan menggunakan pendekatan
sosiologis historis. Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis. Metode
analisa data yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pola pikir deduktif.
Hasil penelitian, ditemukan bahwa maslahah menurut pemikiran al-Thufi
merupakan dasar hukum yang mandiri yang kehujahannya tidak bergantung
pada nash tetapi pada akal semata. Ukuran untuk menentukan kemaslahatan
cukup dengan akal tanpa petunjuk nash. Konsekwensi hukumnya, jika terjadi
kontradiksi antara nash dengan maslahah, ole ath-Thufi maslahah lebih