dc.identifier.citation | Ahmad, Zaenal Abidin, 1973, Piagam Nabi Muhammad Saw Sebagai Konstitusi Negara Tertulis Pertama di Dunia, Jakarta; Bulan Bintang. Amal, Taufik Adnan dan Syamsu Rizal Panggabaian, 2004, Politik Syari’at Islam, Jakarta : Pustaka Alvabet. Ali, Asghar, 1993, Islam dan Pembebasan, Yogyakarta; LKIS. Hamidullah, Muhammad, 1974, Pengantar Studi Islam, Jakarta; Bulan Bintang. Iqbal, Muhammad, 2001, Fiqh Siayasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta; Gaya Media Pratama. Khalaf, Abdul Wahab, 1977, al-Siyasah al-Syarifah, Kairo; Dar al-Anshar. Madjid, Nurcholis ,1992, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta; Paramadina. Mulia, Musdah, 2001, Negara Islam Pemikiran Politik Husain Haekal, Jakarta; Paramadina. Maududi, Abul A’la, 1998, Khilafah dan Kerajaan, Bandung Mizan. Nasution, Harun, 1985, Perkembangan Modern Dalam Islam, Jakarta; Yayasan Ohor Indonesia. Sadzali, Munawir, 1993, Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta; UI Press. Said Aqil Munawar, “ Fiqh Siyasah dalam Konteks Perubahan Menuju Masyarakat Madani”, dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Keagamaan, Edisi Juni 1999. Soemantri, Sri, 2006, Prosedur dan Sistem Perubahan Kontitusi, Bandung: Alumni. Suny, Ismail, 1978, Pembagian Kekuasaan Negara, Jakarta; Aksara Baru. Thaib, Dahlan, Jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, 2003, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta; Raja Grafindo Persada. Team Penyusun Kamus, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka. | en_US |
dc.description.abstract | Persoalan konstitusi menjadi perdebatan yang tidak pernah berakhir di
kalangan ahli politik Islam, terutama ketika dihadapkan pada masalah
hubungan agama dan negara. Dalam hal ini, ada tiga teori tentang
hubungan negara dan agama; Pertama, teori sekularistik bahwa Islam
tidak ada hubungannya dengan negara. Model teori politik ini, Negara
menghapus sama sekali syari’ah Islam dari dasar negaranya. Kedua,
teori simbiotik yang menawarkan pandangan bahwa agama dan negara
berhubungan satu sama lain secara timbal balik dan saling
memerlukan..Model teori politik ini lebih menekankan pada subtansi
daripada legal formal.bentuk Negara. Ketiga, teori integralistik yang
menawarkan konsep bersatunya negara dengan agama. Agama dan
negara tidak dapat dipisahkan. Apa yang menjadi habithot (wilayah)
agama otomatis menjadi habithot politik. Konsekwensi dari teori politik
ini, maka Islam harus menjadi dasar negara, dan syari’ah harus diterima
sebagai konstitusi Negara. Berangkat dari ketiga teori tersebut, penulis
perlu mengkaji secara pustaka, bagaimana seharusnya bentuk kontitusi
dalam sebuah Negara menurut pemikiran hukum Islam. Berdasar kajian
pustaka yang penulis cermati ditemukan bahwa aturan hukum Islam
mengenai kehidupan bernegara tidaklah menunjuk kepada suatu model
tertentu, termasuk bentuk atau model konstitusi sebagai hukum tertulis
yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan .Oleh karena itu, soal
negara dan pemerintahan serta rumusan konstitusinya lebih banyak
diserahkan kepada ijtihad manusia yang sangat dipengaruhi oleh latar
belakang sejarah negara yang bersangkutan, baik masyarakatnya,
politik maupun budayanya. | en_US |