dc.contributor.author | Setyawati, Rukni | |
dc.date.accessioned | 2013-08-22T09:28:22Z | |
dc.date.available | 2013-08-22T09:28:22Z | |
dc.date.issued | 2013-03-01 | |
dc.identifier.citation | Buchori, M. 1982. Psikologi Pendidikan. Bandung: C.V. Jemmars. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka. Fajar, Indah. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hamalik, Oemar. 2009. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung : Bumi Aksara. Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Soekamto, Toeti. 1996. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran, Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka. Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset. | en_US |
dc.identifier.isbn | 978-979-1032-99-5 | |
dc.identifier.uri | http://hdl.handle.net/11617/3428 | |
dc.description.abstract | Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia dalam
kehidupan masyarakat berupa bunyi ujar yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia. Bahasa dalam fungsinya sebagai alat komunikasi
keberadaannya sangat penting di masyarakat. Komunikasi melalui
bahasa memungkinkan setiap orang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan fisik dan sosialnya serta untuk mempelajari kebiasaan,
kebudayaan, adat istiadat, serta latar belakang masing-masing.
Sekolah berfungsi sebagai pelaksanana pembelajaran yang
resmi. Banyak unsur yang terlibat dalam mendukung tujuannya.
Dalam pembelajaran di sekolah bahasa merupakan alat komunikasi
yang sangat penting. Penggunaan bahasa untuk bersosialisasi tidak
terlepas dari faktor-faktor penentu tindak komunikasi serta prinsipprinsip
kesantunan dan direalisasikan dalam tindak komunikasi.
Dalam penilaian kesantunan berbahasa minimal ada dua hal yang
perlu diperhatikan yaitu bagaimana kita bertutur dan dengan siapa kita
bertutur. Hakikatnya kesantunan berbahasa adalah etika kita dalam
bersosioalisasi di masyarakat dengan penggunaan bahasa dan
pemilihan kata yang baik, dengan memerhatikan di mana, kapan,
kepada siapa, dengan tujuan apa kita berbicara secara santun. Hal
tersebut senada dengan pendapat Wijana (1996: 11), bahwa bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh
maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk
tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan
maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat
diutarakan dengan tuturan yang sama. | en_US |
dc.publisher | Universitas Muhammadiyah Surakarta | en_US |
dc.subject | Pembelajaran | en_US |
dc.title | Kesantunan Berbahasa dalam Pembelajaran di Kelas | en_US |
dc.type | Article | en_US |