dc.contributor.author | Permono, Hendarti | |
dc.date.accessioned | 2013-12-13T09:34:00Z | |
dc.date.available | 2013-12-13T09:34:00Z | |
dc.date.issued | 2013-06-01 | |
dc.identifier.citation | Direktorat PADU (2002). Acuan menu pembelajaran pada pendidikan anak dini usia (Menu Pembelajaran Generik) Jakarta : Direktorat PADU – Ditjen PLSP- Depdiknas. Gardner, H. (1998). Multiple intelligences, the theory in practice, New York: Basic Books. Mendiknas (2011). Pedoman pelaksana pendidikan karakter. Jakarta : Puskurbuk. Piaget,J.(1980). Adaptation and intelligence : organic selection and phenocopy ( Eames, Trans). Chicago : University Of Chicago Press. Saidah, E.S. (2003). Pentingnya stimulasi mental dini. Padu Jurnal Ilmiah PAUD.2(51) Sujiono, Y.N. (2009). Konsep dasar pendidikan anak usia dini. Jakarta : P.T Indeks. Suyanto, S. (2005). Konsep dasar pendidikan usia dini. Jakarta : Diknas, Dirjen Dikti. | en_US |
dc.identifier.isbn | 9789796361533 | |
dc.identifier.uri | http://hdl.handle.net/11617/3994 | |
dc.description.abstract | Arti pentingnya pendidikan dini pada anak telah menjadi perhatian pemerintah.
Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar, ternyata tidak
benar, bahkan pendidikan yang dimulai usia taman kanak2 pun sebenarnya sudah terlambat.
Menurut hasil penelitian di bidang neurologi seperti yang dilakukan oleh Dr. Benyamin S.
Bloom, seorang ahli pendidikan dari universitas Chicago, Amerika Serikat, mengemukakan
bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50%
(Cropley,1994). Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan
yang maksimal maka segala tumbuh kembang anak baik fisik maupun mental tidak akan
berkembang secara optimal. Peran yang sangat strategis dalam optimalisasi pendidikan usia
dini adalah peran orang tua. Pembiasaan yang disertai dengan teladan dan diperkuat dengan
penanaman nilai-nilai yang mendasari secara bertahap akan membentuk budaya serta
mengembangkan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan cara ini lingkungan
keluarga dapat menjadi pola penting dalam pembudayaan karakter bangsa bagi anak dan
generasi muda. Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang
benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang hal mana yang baik sehingga anak-anak menjadi paham (kognitif)
tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa
melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus
melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik” (moral knowing), akan tetapi juga
“merasakan dengan baik” (moral feeling), dan “perilaku yang baik” (moral action).
Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus
dipraktekkan dan dilakukan. (Mendiknas, 2011). Pendidikan karakter berfungsi
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.
Memperkuat dan membangun perilaku anak yang multikultur, meningkatkan peradaban
siswa yang kompetitif dalam pergaulan di masyarakat. | en_US |
dc.publisher | Universitas Muhammadiyah Surakarta | en_US |
dc.subject | optimalisasi pendidikan karakter | en_US |
dc.subject | peran orang tua | en_US |
dc.subject | anak usia dini | en_US |
dc.title | Peran Orangtua dalam Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak untuk Membangun Karakter Anak Usia Dini | en_US |
dc.type | Article | en_US |