dc.identifier.citation | Al-Bugha, Mushtafa Dieb. 1993. Nuzhatu Al-Muttaqien. Beirut: Muassasah Ar- Risalah. Al-Haitami, Ibnu Hajar. 1964. Az-Zawajir An Iqtirafi Al-Kabaa’ir. Beirut: Dar Al-Fikr. Darban, Ahmad Adaby. 1988. Ulama di Jawa: Perspektif Sejarah. Yogyakarta. Sutjipto, FA. 1971. Pemimpin-pemimpin Agama di Wilayah Kerajaan Mataram Sekitar Abad 18. Yogyakarta Al-Jauziyah, Ibnu Qoyyim. 1998. Asmaa’ullahi Al-Husna. Beirut: Dar Al-Kalim Ath-Thoyyib. Al-Kurdi, Rajih Abdul Hamid. 1992. Nazhariyyatu Al-Ma’rifah Baina Al-Qur’an wa Al-Falsafah. Riyadh: Maktabah Al-Muayyad Al-Madkhali, Rabi bin Hadi. 2001. Bahaya Fanatisme Golongan. Tegal: Maktabah Salafi Press. Az-Zandani, Syekh Abdul Majid. 1984. Al-Iman. Damaskus: Dar al-Qalam. Ismail, Ibnu Qayyim. 1977. Kiai Penghulu Jawa; Peranannya di Masa Kolonial. Jakarta: Gema Insani Press. Jaiz, Hartono Ahmad, dkk. 1995. Bila Kiai Dipertuhankan; membedah sikap beragama NU. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Jaiz, Hartono Ahmad. 2001. Tasawuf, Pluralisme, dan Pemurtadan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Setiawan, Ebta. 2010. KBBI Offline Freeware: Ebsoft.web.id | en_US |
dc.description.abstract | Makalah ini merupakan keprihatinan dari penulis menyaksikan
bagaimana manusia saling menuhankan manusia, dan yang lebih
hina lagi menuhankan hewan dan pepohonan, oleh karena itu
menurut penulis bahwa, Allah adalah Tuhan yang kita sembah. Dia
memiliki sifat-sifat yang sangat mulia dan tidak bisa ditandingi oleh
semua makhluk-Nya. Dia mempunyai kelebihan-kelebihan yang
membuat-Nya sangat layak untuk dituhankan. Dia adalah Tuhan
segala makhluk. Dalam arti kata, jika ada di luar sana tuhan-tuhan
yang disembah (seperti para kiai) oleh para manusia, maka Allah
lah yang menciptakan “tuhan” itu. Oleh karena itu, tidak pantas
manusia menyembah tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat yang
sangat sempurna, tidak ada sedikitpun kekurangan pada Diri-Nya
maupun Dzat-Nya. Maha Suci Allah dari segala kekurangan. | en_US |