Kesetaraan Gender Dalam Undangundang No 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam (Respon Hakim Pengadilan Agama Surakarta Tahun 2013)
Abstract
Secara normatif segala keputusan hukum tentang perkawinan di
Indonesia, terutama dalam pengadilan agama, selalu mengacu pada
UU No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai
aturan pendukungnya. Banyak wacana untuk melakukan revisi untuk
UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Misalnya, tuntutan datang
dari Komnas Perempuan dan Mantan Menteri Pemberdayaan
Perempuan Mutia Hatta yang memandang masih adanya bias gender
pada aturan tersebut. Oleh sebab itu, maka penelitian ini akan
membahas permasalahan berikut: (1) Bagaimana respon hakim
agama terhadap aturan hukum perkawinan di Indonesia terkait isu
kesetaraan jender, (2) Bagaimana hubungan antara pemahaman
hakim agama tentang gender dan aturan hukum perkawinan.
Setelah di analisis didapatkan kesimpulann bahwa, Pertama, Respon
hakim agama terkait kesetaraan gender dalam UUP dan KHI
memiliki dua bentuk. (1) hakim agama memiliki kecenderungan
normative dalam persepsinya yang berhubungan dengan kedudukan
suami istri dalam rumah tangga yang membawa konsekuensi hukum
(yuridis). (2) Responden secara umum mempersepsikan peran yang
cenderung lebih elastis antara suami dan istri dalam kehidupan
keluarga. Responden tidak membagi peran antara suami-istri secara
kaku pada hal-hal yang berkaitan dengan urusan nafkah, rumah
tangga, dan kewajiban mendidik anak. Sebagian besar berpendapat
bahwa kerjasama di antara keduanya justru lebih baik, bukan pembagian peran yang ketat. Kedua, Memahami kedudukan antara
laki-laki dan perempuan secara normative dengan mendudukkan lakilaki
sebagai kepala keluarga yang memberi nafkah bagi keluarga
justru memberikan kepastian hukum dalam perubahan konstruksi
gender kekinian yang elastis di mana laki-laki dan perempuan dapat
saling membagi perannya tanpa tersekat. Dari sini tampak suatu
hubungan antara hukum yang member kepastian di tengah perubahan
sosial.