Paradigma Transedental: Rekonseptualisasi Epistemologi dalam Berkonstitusi di Indonesia
Abstract
“Islam adalah Agama Sempurna dan Agama Keselamatan Dunia dan Akhirat”, Islam tidak
sebatas identitas, ritual, formalitas, namun Islam harus menyatupadukan nilai kandungan
dalam hati (qolb), akal (ro’yu), tindakan (bil hal). Ketiga episentrum tersebut menjadi
kunci Islam rahmatan lil alamin. fungsi hati sebagai penangkap nilai agung nurani
ilahiyah, fungsi akal sebagai penggerak berparadigma, fungsi tindakan sebagai berakhlak,
beramaliyah dan bermuamalah. Salah satu ruang lingkup Islam adalah muamalah
(hubungan manusia dengan manusia), dalam kontek hukum adalah dengan bernegara dan
berkonstitusi. Maka kontek ini manusia dapat melakukan paradigma (ijtihad),
penaftafsiran (ta’wil) dan pendialogan / dialetika (tabayun) bermuamalah untuk
mendesaign kehidupan kolektif (habluminannas) yakni pembuatan peraturan perundangundangan
untuk bernegara
(baldatun
toyibatun warobbun
gofur).
Konsepsi transedental untuk berkonstitusi yang ideal menurut Islam adalah
konsepsi “Baldatun toyibatun warobbun ghofur / Negeri yang baik dan makmur, sejahtera
dibawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun” (QS-Saba‟ : 15) . Sedangkan
konsepsi bermasyarakat yang ideal menurut islam adalah untuk menuju“ masyarakat
madani / masyarakat yang sebenar-benarnya”, dalam mewujudkan konsep paradigma
transedental dalam berkonstitusi untuk bernegara tersebut tidak dapat terjadi dengan
sendirinya namun manusia harus membentuk / merumuskan / ijtihad. Maka peranan
berkonstitusi sesuatu yang prinsip karena sebagai aturan main (konsensus) dalam
kehidupan bernegara. Oleh karena itu penulis akan berusaha membuat cara paradigma
berkonstitusi yang ideal dengan cara merekonseptualisasi basis epistemologi dalam
berkonstitusi sebagai tawaran alternatif dalam berkonstitusi yang berbasis nilai ideal yakni
dengan menggunakan pendekatan paradigma transedental sebagai bingkai nilai agung
(nilai realitas Absolut), hal ini agar menghasilkan konstitusi yang memiliki nilai agung
yang terobjektifikasi dalam konstitusi untuk mewujudkan negara hukum yang ideal. Penulisan ini menggunakan Metode Deskriptif-Hermeneutik-Tashwir-Ta‟sil,
pendekatan utama yakni Filosofis. Spesifikasi dengan eksplorasi bangunan paradigma
konstitusi dengan integrasi dan objektifikasi antara agama dengan negara, penelitian
dengan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum primer adalah Al-Qu‟an,
As-Sunah dan Fiqih Islam, buku cendikiawan islam yang mengembangkan tentang
paradigma khususnya tentang epistemologi dan pengintegrasian dengan nilai-nilai Islam
yang dipraktekkan pada zaman Rasullulah, bahan hukum sekunder adalah buku-buku yang memuat konsep dasar hukum dan konstitusi seperti Pemikiran Socrates, Plato, Aristoteles,
Karl Mark, Nonet-Selznick, John Locke, Montesquieu, JJ Rousseau sampai teori
konstitusi modern yang dikembangkan oleh CF Strong. Tujuan penelitian ini adalah untuk
membangun konsep epistemologi dalam berkonstitusi di Indonesia sebagai pengembangan
dan objektifikasi nilai-nilai agung, dan mengimbangi atau meminimalisir nilai-nilai yang
mendominasi / hegemoni sebagai nilai kontradiktif / nilai pemicu konflik berkonstitusi di
Indonesia.