dc.contributor.author | Suwarno | |
dc.date.accessioned | 2015-12-22T01:30:52Z | |
dc.date.available | 2015-12-22T01:30:52Z | |
dc.date.issued | 2015-05-19 | |
dc.identifier.citation | Bowles, J.E. (1983), “Analisa dan Desain Pondasi Jilid I”. Erlangga, Jakarta. Yu-Ou, Chang. (2006), “Deep Excavation Theory and Practice”. Taylor & Francis Group, London. Untung, Djoko. (2012), “Bahan Ajar Rekayasa Pondasi dan Timbunan”, Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS, Surabaya. Wahyudi, Herman. (2013), “Daya Dukung Pondasi Dalam”, Surabaya: Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS. | in_ID |
dc.identifier.issn | 2459-9727 | |
dc.identifier.uri | http://hdl.handle.net/11617/6467 | |
dc.description.abstract | Terbatasnya lahan parkir dan semakin tingginya harga beli tanah di kota Bandung saat ini menjadikan permasalahan tersendiri bagi pengembang. Pembangunan struktur bawah tanah (basement) untuk lahan parkir saat ini menjadikan pilihan utama bagi pemecahan masalah tersebut. Konstruksi struktur bawah tanah memerlukan kriteria tersendiri dalam desain maupun dalam tahapan pelaksanaan konstruksi. Faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah karakteristik tanah dan lingkungan di sekitar lokasi proyek.bSemula proyek ini mengadopsi metoda bottom-up, yaitu dimulai dari pembuatan pondasi atau penggalian tanah dengan kedalaman yang direncanakan untuk kebutuhan pembuatan lantai basement gedung bertingkat. Permasalahan dalam proyek pembangunan gedung Apartement ini adalah pada saat penggalian terdapat banyak kebocoran air tanah pada bagian dinding penahan tanah sehingga diperlukan pengerjaan dinding penahan tanah tambahan yang kedap air. Proses dewatering mengakibatkan penurunan muka air tanah pada sekitar proyek. Proyek ini semula direncanakan menggunakan pondasi semi bored pile (diameter lebih kecil dari 76 cm), sehingga membutuhkan jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan bored pile karena pada umumnya diameter bored pile lebih besar dari 76 cm. Hal ini menyebabkan bertambahnya waktu dan biaya yang harus dikeluarkan serta berdampak negatif pada lingkungan sekitar khususnya kepada rumah penduduk.Dalam permasalahan tersebut penulis menyusun makalah untuk merencanakan metoda yang tepat dalam pembangunan basement ini, yaitu dengan menggunakan diaprghm wall dan metoda top-down. Metoda Top-down tidak dimulai dari lantai basement paling bawah (dasar galian). Tepatnya, titik awal pekerjaan dimulai dari pelat lantai satu (ground level atau muka tanah). Struktur yang direncanakan untuk basement adalah diaphragm wall untuk dinding penahan tanah, dan bored pile untuk pondasi utama; serta mengatasi kebocoran dinding penahan tanah sebelumnya dengan type diaphragm wall. Dari hasil kajian didapatkan kedalaman penanaman diaphragm wall adalah 6.0 m dengan tebal 50.0 cm, digunakan angkur dengan jarak antar angkur 2.0 m, kemiringan 250, panjang angkur 9.5 m dan diameter angkur 15 cm. Tebal pelat basement adalah 50.0 cm. Digunakan 2 (dua) type bored pile yaitu bell shaped diameter 1,4 m dan diameter 2.0 m. Kedalaman bored pile bervariasi 6.0-15.0 m. Metoda konstruksi direncanakan metoda top-down sehingga 1 pondasi bored pile digunakan untuk 1 kolom (one bored pile one column). Pemakaian diaphragm wall menggantikan dinding penahan tanah sebelumnya (konvensional). | in_ID |
dc.language.iso | id | in_ID |
dc.publisher | Universitas Muhammadiyah Surakarta | in_ID |
dc.subject | basement | in_ID |
dc.subject | bored pile | in_ID |
dc.subject | bottom up | in_ID |
dc.subject | diaphragm wall | in_ID |
dc.subject | top down | in_ID |
dc.title | Perencanaan Basement Gedung Parkir Apartement Skyland City Education Park – Bandung | in_ID |
dc.type | Article | in_ID |