dc.description.abstract | Anak merupakan generasi harapan bangsa dalam satuan terkecil di masyarakat yaitu keluarga yang menempati kedudukan yang primer dan fundamental. Perkembangan mental jasmani anak tidak bisa terlepas dari peran keluarga dan lingkungan. Namun seiring dengan tingginya kasus kekerasan anak yang berdampak pada perilaku menyimpang menjadikan perlunya perhatian khusus akan hal ini. Banyak faktor yang melatarbelakangi kekerasan anak, selain karena pola asuh keluarga yang permisif, lingkungan sekolah yang tidak kondusif, juga tayangan televisi dan media elektronik lain yang berpengaruh secara psikis tanpa bimbingan orang tua. Kekerasan anak atau child abuse menurut Terry E. Lawson dapat dirumuskan dalam 4 bentuk, antara lain: 1) emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse. Kekerasan anak yang melekat dalam perkembangan anak ketika tumbuh menjadi remaja, menyebabkan anak belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sebagai bagian dari pencarian jati diri yang diterapkan dalam bentuk perilaku menyimpang. Ditemukan lebih dari 5000 kasus kekerasan anak dan remaja pada tahun 2014 bersumber dari data KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Masalah sosial ini sebenarnya dapat ditanggulangi dengan upaya preventif baik secara internal maupun eksternal. Upaya internal melalui penguatan peran keluarga berupa pemenuhan fungsi keluarga. Pada umumnya, keluarga memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Fungsi Sosialisasi; 2. Fungsi Afeksi; 3. Fungsi Ekonomi; 4. Fungsi Pengawasan Sosial; 5. Fungsi Proteksi; 6. Fungsi Pemberian Status. Dengan memenuhi fungsi dalam keluarga, anak dalam tumbuh kembangnya menjadi remaja dapat melaksanakan peran sosialnya dengan positif. Sedangkan upaya eksternal adalah melalui peran kelembagaan KPAI, sebagai lembaga eksternal yang bergerak dalam masalah anak. KPAI diharapkan mampu mengurangi tingginya kasus kekerasan anak dan remaja melalui ajang sosialiasi intensif, seminar, mediasi, dan bekerja sama dengan banyak pihak terkait terutama orang tua. | in_ID |