dc.description.abstract | Penelitian ini direncanakan berlangsung dua tahun. Tujuan tahun 1 (2011) adalah
pemetaan tentang isi pesan pada karangan otobiografi yang ditulis oleh siswa bermasalah
di SMP Muhammadiyah 5 Surakarta Surakarta. Adapun tujuan tahun II (2012) adalah
penerapan pola asuh (: sekolah dan atau orang tua) berdasarkan spesifikasi karakter anak
yang bermasalah.
Berikut hasil yang didapat tahun I (2011). Praktik menulis otobiografi yang
dilakukan anak bermasalah memerlukan waktu 2 bulan. Karakter anak berlainan dalam
penyelesaian tulisan. Ada yang secara rutin menulis; ada yang melakukannya secara
mendadak, yakni menjelang akhir penugasan. Judul yang mereka hasilkan berkisar 1 - 12
judul. Ada 25 kata kunci yang disimpulkan dari pilihan judul, yakni TK, SD, SMP,
belajar bersepeda, nonton bola, di BP, bermain layang-layang, berlibur, dilempar sepatu,
berkemah, umur tertentu, masa kecil, masa lalu, mengambil mangga, membawa HP,
rekreasi di desa, memancing, jatuh dari sepeda, mudik, mencari ikan, jalan-jalan,
pengalamanku, asal-usul, dan disusui ibu. Otobiografi mereka berkaitan dengan aktivitas
keseharian, yakni dalam asuhan orang tua, permainan, pertemanan, atau dalam kegiatan
belajar di kelas dan aktivitas lain di sekitar sekolah.
Otobiografi memberikan informasi tentang kejujuran , potensi, hobi, bakat anak,
kebiasaan, keberanian, kemandirian, kesukaan, kerajinan, ketaatan, pengalaman,
kenakalan, perubahan perilaku, cita-cita, dan emosi (: positif dan negatif). Siswa SMP
cenderung menceritakan kehidupan di seputar sekolah dan keluarga. Pertemanan,
perselisihan, kesalahpahaman, keteledoran, kekurangdisiplinan, dan kekurangpatuhan
menyebabkan konflik dengan orang-orang yang mereka kenal. Meski pernah muncul
benturan, perilaku mereka masih dapat dikendalikan guru. Emosi positif dan negatif
hampir seimbang – meski lebih banyak emosi negatifnya -- diekspresikan oleh siswa
dalam otobiografi mereka. Hal itu berkaitan dengan respon terhadap orang dekat di
lingkungan sekolah dan keluarga, seperti kecewa terhadap orang yang dipercaya atau
terhadap sikap orang tua yang lebih memilih pekerjaan dibandingkan dengan anaknya, sangat sedih ditinggal orang yang dipercaya, marah dan menangis karena harus menulis
surat pengganti hukuman karena melanggar perintah orang tua, atau sangat senang
terhadap orang yang setia menemani, atau senang bertemu orang tua di kampung atau
bertemu teman lama.
Berdasarkan otobiografi ke-27 siswa digambarkan bahwa siswa bermasalah
dapat ditandai dengan adanya hambatan untuk mengenali dan mengungkapkan emosi.
Bahkan 8 dari 27 siswa (29, 62 %) sama sekali tidak menunjukkan ungkapan emosi
dalam tulisannya. Padahal bila dicermati, tulisan mereka terdapat pengalaman/peristiwa
yang memungkinkan menunjukkan suasana emosi. Tulisan mereka dipenuhi rentetan
kegiatan yang mengalir, namun pada umumnya dijumpai loncatan berpikir dari satu
ingatan ke ingatan lain. Dapat dikatakan uraian tulisan yang tanpa disertai ungkapan
perasaan. Ada 10 siswa (37,03 %) yang sama sekali tidak mengenali adanya emosi
positif, dan 16 siswa (59,25 %) sama sekali tidak mengenali adanya emosi negatif.
Secara keseluruhan jumlah jenis emosi positif yang muncul jauh lebih sedikit dari emosi
negatif. Jenis emosi positif (7 jenis), yaitu: bahagia, senang, bangga, gembira, cinta,
kagum dan suka. Jenis emosi negatif (16 jenis) yaitu: takut, malu, putus asa, malas, kesal,
sedih, marah, sakit hati, jengkel, terkejut, tegang, cemas, gugup, pedih, dendam, dan
benci. Fakta ini menunjukkan bahwa pengalaman hidup siswa bermasalah lebih banyak
diwarnai peristiwa tidak menyenangkan yang memunculkan emosi negatif. Kemungkinan
besar siswa bermasalah kurang mendapatkan perhatian dan pengalaman-pengalaman
positif yang mendukung perkembangan emosi yang sehat.
Oleh karena itu, dari hasil penelitian tahun I (2011) perlu dilanjutkan dengan
aplikasi/penerapan pola asuh (: sekolah dan atau orang tua) berdasarkan spesifikasi
karakter anak yang bermasalah. Diharapkan proses belajar-mengajar menjadi kondusif
karena problematika siswa bermasalah dapat diminimalisasi.
Temuan tahun I dipresentasikan di depan wali murid, wali kelas, guru BP, kepala
sekolah, dan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Selanjutnya, mereka berdiskusi
tentang pola asuh dan aplikasinya untuk siswa bermasalah dengan narasumber dari
peneliti. Diskusi berakhir dengan dihasilkan rangkuman yang dibacakan di depan peserta.
Hasil rangkuman ini menjadi data untuk penyusunan laporan penelitian tahun II yang
dilengkapi kajian teoretis dan hasil penelitian yang relevan.
Ada hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan penanganan
anak bermasalah di sekolah tersebut untuk tahun II berdasarkan analisis data. Pertama,
anak bermasalah diusulkan menjadi materi rapat dalam Komite Sekolah, khususnya
berkaitan dengan perilaku malak kepada rekan mereka. Ditawarkan kepada wali siswa
yang mampu untuk turut menjadi anak asuh. Bila memberatkan, biaya uang saku mereka
dapat ditanggung secara iuran. Kedua, ditawarkan kepada pihak sekolah untuk
meneruskan kegiatan home visit, khususnya ke rumah anak-anak yang sering malak atau
keluarga mereka yang broken home agar perilaku patologis tersebut dapat diminimalisasi.
Ketiga, ditawarkan kepada pihak sekolah untuk mengadakan pelatihan atau workshop
kepada guru untuk peningkatan kualitas proses belajar-mengajar agar tidak ada lagi siswa
yang keluar saat pembelajaran berlangsung. Materi pelatihan berupa strategi dan metode
pembelajaran yang membuat siswa senang, nyaman di kelas, dan produktif.
Kata Kunci: otobiografi, emosi positif, dan emosi negatif. | en_US |