dc.identifier.citation | sdak, Chay, 1995. Hidrologi Pengolahan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta :Gajah Mada Universuty Prees Damayanti, Retno dan Untung S.R. 1996.Pengolahan Lingkungan Dearah Karst, MakalahSimposium Nasional II lingkungan Karst.Jakarta:HIKESPI. Dibyosaputro, S., 1996. Perbukitan Batugamping Karst sebagai Pengendali Mutu Lingkungan, Makalah Simposium Nas. II Lingkungan Karst. Jakarta: HIKESPILIPI-DEP.HUT-MENEGLH. Dwiningsih, dkk. 2002. Sistem Penyediaan Dan Pola Konsumsi Air Di Kawasan Karst Desa Pucung Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri. Laporan Penelitian. Fakultas Geografi UMS, Surakarta. Giri Bahama. 2011.Caving, Materi Jungle Track XVIII. Surakarta: KMPA Giri Bahama. Jauhari, Arif. 2002. Pendugaan Sistem Sungai Bawah Tanah Melalui Pendekatan Interpretasi Morfologi Dan Survei Speleologi Di Kawasan Karst Desa Pucung Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri. Skripsi. Fakultas Geografi UMS, Surakarta. Ko, Roby K.T., 1985. Speleologi dan Karstologi, Perkembangannya di luar negri dan kemungkinan pengembangannya di Indonesia, Makalah. Bandung: Puslitbang Geologi. Paripurno, E. T. dan Prasetyo, W. G., 1996. Taman Nasional Gunungsewu, Sebuah Usulan Untuk Konservasi Karst Dan Air, Makalah Simposium Nasional II Lingkungan Karst. Jakarta: HIKESPI – LIPPI DEP. HUT – MENEG LH. Priyono. 2014. “Angkat Air Sungai Bawah Tanah Atasi kekeringan”. Kolom UMS Bicara, Harian Radar Solo edisi 5 November 2014. Priyono. 2014. “Mengelola Sumberdaya Air dengan Kearifan Lokal”. Kolom UMS Bicara, Harian Radar Solo edisi 26 November 2014. Sudarmadji dkk. (Ed). 2012. Ekologi Lingkungan Kawasan Karst Indonesia: Menjaga Kelestarian Kawasan Karst Indonesia. Yogyakarta: Deepublish. Sutikno, 1996. Geomorfologi Karst Dan Pemanfaatannya Dalam Pengelolaan Kawasan Batugamping Karst, Makalah Simposium Nasional II Lingkungan Karst. Jakarta: HIKESPI-LIPI-Dep.Hut-Meneg LH.Priyono,2014.”Pentingnya Pengelolaan Air Berbasis masyarakat”. Kolom UMS Bicara Harian Radar Solo edisi 5 desember 2014 | in_ID |
dc.description.abstract | Penduduk di kawasan karst dihadapkan pada kondisi alam
yang sulit untuk mendapatkan air. Pemenuhan kebutuhan air dilakukan
dengan cara mengambil air dari mata air, pusat-pusat dolina, polje atau
bentukan karst lainnya. Desa Pucung Kecamatan Eromoko Kabupaten
Wonogiri terletak di kawasan karst Gunung Sewu selalu mengalami
kesulitan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Meski kering di permukaan,
kawasan karst memiliki potensi sumberdaya air yang terletak di bawah
tanah berupa sungai bawah tanah. Makalah ini mendiskripsikan strategi
penduduk Desa Pucung terhadap bencana kekeringan dengan melakukan
pengangkatan air sungai bawah tanah untuk memenuhi kebutuhan air
bersih. Pengangkatan air bersih berhasil dilakukan berkat sinergi antara
kegiatan minat-bakat kepencintaalaman dengan kegiatan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh Fakultas Geografi.
Hasil penelusuran goa di Desa Pucung pada tahun 2000 oleh Keluarga
Mahasiswa Pecinta Alam (KMPA) Giri Bahama UMS menemukan
keberadaan sungai bawah tanah pada koridor Goa Suruh. Metode yang
digunakan dalam kegiatan ini adalah metode penelitian survey dan anali sa
data sekunder. Strategi pengangkatan air dibagi menjadi 4 tahap kegiatan
yaitu: (1) eksplorasi dan penelitian, (2) kegiatan pra-pengangkatan, (3)pengangkatan, dan (4) pasca-pengangkatan air. Tahap eksplorasi meliputi
survey speleologi, koleksi data mulut goa, mataair dan telaga dan 3 buah
penelitian berkelanjutan. Kegiatan pra-pengangkatan air
meliputi:sosialisasi keberadaan sungai bawah tanah, pelatihan pekerjaan
vertikal dan penggalangan donator untuk biaya pengangkatan air. Kegiatan
pengangkatan air meliputi: pembendungan sungai, instalasi listrik, pipa,
pompa dan pembuatan reservoar. Kegiatan pasca-pengangkatan meliputi
kegiatan pembentukan organisasi pengelola, pelatihan dan penyuluhan,
penyempurnaan reservoar dan jaringan pipa air sampai ke rumah warga.
Sejak tahun 2012 usaha ini berhasil dilakukan dan secara ekonomi
memberi penghematan pengeluaran penduduk untuk membeli air dengan
sangat signifikan yaitu sebesar 1.300 persen (semula Rp 50.000/m
menjadi
Rp 3.500/m
3
). Kegiatan ini selain menyelesaikan masalah kekeringan di
musim kemarau sekaligus memicu kegiatan produktif di luar sektor
pertanian. | in_ID |