Menakar Perkembangan Transendensi Hukum Ekonomi Islam Indonesia: Perspektif Teologi dan Antropologi Ekonomi Islam
Abstract
Hukum ekonomi Islam Indonesia telah berjalan lebih dari dua dekade dan mulai menemukan bentuknya, yaitu sektor keuangan perbangkan dan IKNB (Industri Keuangan Non Bank). Perbankan Syariah sejak tahun 2008 telah menggunakan istilah syariah setelah melalui proses rintisan sejak tahun 1992 yaitu UU Nomer 7 tahun 1922. Undang-undang tersebut memberi peluang beroperasinya sistem bagi hasil diluar sistem bunga sebagai sistem tunggal.Tahun 1998 sesuai dengan perkembangan politik terjadi perubahan dengan UU nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan (Perubahan). Sekalipun sistem ini menggunakandiksi syariah, namun tidak otomatis memiliki kedalaman nilai transendennya pada setiap tahapan undang-undang diberlakukan. Lahirnya UU Nomor 7 tahun 1992 nilai transendennya dari dimensi teologi lebih banyak dipengaruhi oleh relasi kepentingan politik, ekonomi dan pengalaman spiritual presiden Soeharto yang secara antropologis merupakan subyek yang sangat berpengaruh terhadap regulasi perbankan syariah. UU Nomor 10 tahun 1998 dimensi teologis dengan jelas berupa keberanian menggunakan identitas sistem syariah dan adanya mekanisme kontrol berlakunya sistem tersebut melalui Dewan Syariah Nasional (DSN). Krisis moneter Indonesia menjadi berkah bagi sistem bagi hasil.Secara antropologis pengalaman pahit masyarakat Indonesia tersebut telah membuktikan ketangguhan sistem bagi hasil dibanding dengan bunga pada bank konvensional. Oleh karena itu para pengguna jasa perbankan melakukan perpindahan masif dari bank konvensional ke bank syariah. Akar persoalanya terletak pada resiko dari sistem bunga yang bersifat spekulatif sedangkan pada sistem bagi hasil disandarkan pada nisbah yang sesuai dengan kondisi yang ada. Undang-undang 21 tahun 2008 merupakan fase pencerahan yang mengatur khusus tentang Perbankan Syariah terlepas dari bank konvensional.Secara teologis pemisahan tersebut mengisyaratkan adanya kesetaraan sekaligus munculnya keyakinan tentang sistem syariah yang bersumber dari nilai Islam dan hilangnya keraguan untuk melaksanakan.Oleh karena itu sistem ini harus mampu berkompetisi dengan menawarkan nilai tambah berupa rahmat bagi sekalian alam. Dimensi antropoliginya dari UU tersebut adalah terjadinya proses transformasi sistem syariah dari lingkup pandangan muslim menjadi sikap negara melalui regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Mengantisipasi perkembangan system ini diperlukan penyiapan SDM profesional sehingga mampu mengelola peluang ini untuk dapat mensejahterakan rakyat Indonesia.