dc.identifier.citation | Agustian, A.G. (2009). ESQ POWER sebuah inner journey melalui Al-Ihsan. Jakarta: Arga. Barnawi dan Arifin, M. (2012). Strategi & kebijakan pembelajaran pendidikan karakter. Jogjakarta: Ar-Quzz Media. Chandra, S. (2009). http://putrassyamsuri-blogspot.com/2009/02/resiliensi.html.Diakses pada 01 April 2012 pukul 14.07 Grotberg, E. (1995). A Guide to promoting resilience in children: Strengthening the human spirit. Benard Van Leer Foundation. Jalal, F. (2011). Kebijakan nasional pendidikan karakter. Makalah. Rapat Kerja Nasional Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah, di Auditorium Muhammad Jazman Universitas Muhammadiyah Surakarta, 23 April 2011. Klohnen, E.C. (1996). Conseptual analysis and measurement of the construct of ego resilience. Journal of Personality and Social Psychology,70 (5), 1067-1079. Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The resilience factor. New York: Broadway Books. Syahar, A. (2011). http://www.belajarislam.com/hijrah-hakikat-dan-aplikasinya-dalam-kehidupanseorang- muslim. Diakses pada 01 April 2012 pukul 14:27 Tobroni. (2010). http://tobroni.staff.umm.ac.id./2010/11/24/pendidikan-karakter-dalam-perspektifislam- pendahuluan/. Diakses pada 01 April 2012 pukul 14.55 Tugade, M.M., Fredrickson. (2004). Resilient individual use positive emotions to bounce back from negative emotional experiences. Journal of Personality and Social Psychology, 24 (2), 320-333. | en_US |
dc.description.abstract | Pendidikan formal secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengembangan
karakter individu. Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang
ada pada diri individu, antara lain : konsep diri, efikasi diri, komunikasi diri, emosi diri, harga diri, daya tahan,
atau daya lentur (resiliensi). Kemampuan-kemampuan tersebut saling melengkapi untuk membentuk pribadi
yang ideal. Resiliensi merupakan ketrampilan yang penting untuk dikembangkan di segala sektor kehidupan.
Konsep resiliensi senada dengan ajaran Hijrah dalam Islam. Resiliensi mencakup tujuh komponen, yaitu:
regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan
peningkatan aspek positif. Proses pembentukan karakter selain memerlukan communities of character
(keluarga, sekolah, institusi keagamaan, media, pemerintah dan berbagai pihak lain) juga dipengaruhi oleh
tingkat resiliensi yang ada dalam tiap individu. Ciri utama pribadi dengan resiliensi tinggi adalah kemampuan
mempertahankan perasaan positif, kesehatan dan energi. Individu juga memiliki kemampuan memecahkan
masalah yang baik, berkembangnya harga diri, konsep diri dan kepercayaan diri secara optimal. Adapun
individu yang tidak resilien, akan mudah terpuruk dan putus asa apabila ditimpa permasalahan. Kondisi
demikian akan berimbas pada individu, apakah individu memiliki rasa percaya diri dalam mencari solusi
terhadap masalah yang dihadapi, dapat bertanggungjawab pada tugasnya atau tidak. Demikian pula bila
individu tidak cerdas dalam mengendalikan emosinya, maka yang muncul adalah sifat-sifat negatif. Dapat
dikatakan bahwa orang yang tidak resilien akan menghambat proses pembangunan/pembentukan karakter
yang lebih baik kualitasnya. | en_US |