Kontras ‘Goffmanian View of Politeness’ dan ‘Gricean View of Politeness’ dan Implikasinya pada Studi Kesantunan Pragmatik Bahasa Indonesia
Abstract
Studi ihwal kesantunan berbahasa dalam perspektif pragmatik
sekarang ini dapat dikatakan tidak lagi merupakan persoalan
pragmatik baru, terlepas dari fakta bahwa sesungguhnya masih banyak
dimensi kesantunan berbahasa dalam perspektif pragmatik itu yang
belum terkuak dengan secara jelas. Dari sumber yang dapat penulis
jangkau, di dalam lingkup internasional, studi kesantunan berbahasa
semakin meroket sejak Fraser (1990) menjabarkan empat pandangan
kesantunan, yakni (1) kesantunan berbasis norma kemasyarakatan (the
social-norm view), (2) kesantunan berbasis maksim percakapan (the
conversational-maxim view), (3) kesantunan berbasis konsep
penyelamatan muka (the face-saving view), dan (4) kesantunan berbasis
kontrak percakapan (the conversational-contract view) (bdk. Bousfield and
Locher, 2008:1). Sekalipun studi ihwal kesantunan berbahasa dalam
perspektif tertentu sesungguhnya sejak tahun 1920-an sudah mulai
dilakukan di sejumlah negara Eropa (bdk. Prayitno, 2011), misalnya
saja di Perancis, Inggris, Jerman, tetapi secara amat signifikan,
perkembangan pesat studi kesantunan dalam berbahasa itu baru bermula dengan kehadiran konsep Fraser tersebut. (bdk. Rahardi,
2005; 2009)