Mengapa Anak Menjadi “Pembangkang”?
Abstract
Orang tua tidak boleh terlalu mudah menyalahkan anak atau mengklaim anak
“nakal”. Ada yang perlu dicermati, mengapa anak membangkang? Jangan -jangan, karena
orang tua sendirilah yang menghantarkan anak menjadi suka membangkang. Saat anak
menemukan ada yang berbeda antara apa yang dipesankan, apa yang diungkapkan orang tua
dengan apa yang dilakukan oleh orang tua mereka, akan membuat anak menjadi galau. Saat
anak menemukan ada yang berbeda antara yang dipesankan oleh guru mereka dengan apa
yang dilakukan oleh orang tua mereka, di benak dan hati mereka akan kacau. Kegalauan dan
kekacauan hati tersebut bisa membuat mereka enggan juga melakukan apa yang diharapkan
orang tua untuk melakukan.Oleh karena itu, ketika orang tua melihat ada gejala-gejala anak
menunjukkan sikap membangkang, perlu bersegera introspeksi diri, sudahkah “kita menjadi
teladan bagi anak kita”. Hakekatnya orang tua memang tidak hanya sekedar memberi contoh
atau teladan saja. Jika sekedar memberi contoh, hal itu berarti menjadikan pendidikan yang
diberikan oleh orang tua merupakan pendidikan semu.Pendidikan karakter tidak akan pernah
berhasil jika dikembangkan dengan pendidikan semu. Kemantapan seorang pendidik dalam
menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan karakter di antaranya dipengaruhi oleh
konsistensi yang melekat pada seorang pendidik tersebut, ada kesesuaian antara apa yang
dikatakan dengan apa yang dilakukan. Hal itu pulalah yang menghantarkan orang tua sebagai
pendidik untuk punya kepekaan sekaligus perhatian terhadap lingkungan yang mengitari
putra-putri mereka.Kelengahan orang tua terhadap lingkungan anak sangat mungkin
mempengaruhi perubahan yang sangat berarti pada karakter anak. Karakter yang dibangun
oleh orang tua sejak anak-anak mereka batita, bahkan sejak anak masih dalam kandungan
bisa disapu habis oleh lingkungan yang membawa nilai-nilai yang berseberangan dengan
yang ditanamkan orang tua.Oleh karena itu, keteladanan dan perhatian orang tua menjadi
sangat penting untuk menjadikan anak berkarakter bukan sebagai “pembangkang”.