Model Rekonstruksi Tradisi Bernegara Dalam Konstitusi Pascaamandemen Uud 1945 Tahun ke-3 dari rencana 3 tahun
Abstract
Penelitian ini fokus untuk menyelidiki ide-ide rekonstruksi tradisi
konstitusional di kalangan pendiri Indonesia dan perkembangannya dalam
praktek sebelum dan setelah amandemen Konstitusi Indonesia. Dengan
bersumber pada dokumen-dokumen atau disebut penelitian normatif,
penelitian ini menemukan bahwa ada dua pola rekonstruksi tradisi di
Indonesia yang digunakan sebagai model untuk rekonstruksi tradisi dalam
konstitusi, yaitu partikular absolut dan partikular relatif. Secara historis,
sebelum amandemen Konstitusi Indonesia, rekonstruksi tradisi yang
dipraktekkan berdasarkan model partikular absolut., sedangkan setelah
amandemen konstitusi cenderung menolak untuk merekonstruksi Tradisi di
struktur nasional tetapi mengakui tradisi di struktur lokal. Secara umum, dapat
disimpulkan bahwa amandemen konstitusi Indonesia tidak memiliki pola yan
jelas dalam rekonstruksi tradisi. Ini bertentangan dengan makna asli dari para
pendiri Indonesia yang meyakini tradisi sebagai dasar untuk menciptakan
sebuah sistem konstitusi nasional.
Sebagai perbandingan, Malaysia telah melakukan rekonstruksi tradisi
berdasarkan model partikular relatif dengan menerapkan tradisi Perpatih,
yang berasal dari Tradisi Minangkabau. Tradisi Perpatih adalah tradisi
demokrasi yang diterapkan di Negeri Sembilan, Malaysia. Berdasarkan tradisi
Perpatih, Yang di-Pertuan Besar sebagai raja dari Negeri Sembilan harus dipilih
empat Undang. Para pendiri Malaysia telah menerapkan tradisi Perpatih dalam
sistem monarki elektif Malaysia untuk memilih Yang di-Pertuan Agong sebagai
raja dari Malaysia dalam jangka waktu lima tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa Malaysia merekonstruksi tradisi dalam struktur nasional dan lokal.