Filsafat dan Sastra Lokal (Bugis) dalam Perspektif Sejarah
Abstract
Dalam makalah ini akan dibahas filsafat, kepercayaan, mitos, sastra lokal (Bugis). Dalam kehidupan masayarakat Bugis pada awalnya memiliki sejumlah mitos. Sure’ Galigo menjelaskan tentang awal mula dihuninya negeri Bugis. Dalam Sastra Bugis jenis sastra sejarah ini dikenal dengan Lontaraq. I la Galigo adalah sebuah cerita tentang sebuah cara hidup, keberadaan masyarakat bugis dengan cara hidupnya, dieskpresikan dalam tradisi tutur dan tulis yang mereka kembangkan menjadai sastra lokal. Pada abad ke-19 (pendudukan Belanda), tradisi tutur I la Galigo disatukan untuk kemudian dituliskan dalam sebuah kumpulan naskah sepanjang 6000 halaman atau 12 jilid. Pada akhir abad ke- 20, atas prakarsa beberapa lembaga (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan), naskah yang tersimpan di Belanda tersebut, akhirnya dibuka kembali. Sayangnya baru satu jilid yang berhasil diterjemahkan.
Dalam Filsafat hidup, orang Bugis di masa lampau, telah mengenal dan memiliki nilai-nilai motivatif yang terkandung dalam filsafat etika ( pangaderrang/ bertingkah laku terhadap sesama manusia dan terhadap pranata sosialnya.) memiliki 4 (empat) asas sekaligus pilar yakni: (1) mappasilasae,( keserasian hidup dalam bertingkah laku), (2) Mappasisaue, yakni diwujudkan sebagai manifestasi ade’ untuk menimpahkan deraan pada tiap pelanggaran ade’ (3) Mappasenrupae, yakni mengamalkan ade’ bagi kontinuitas pola-pola terdahulu yang dinyatakan dalam rapang; (4) Mappalaiseng, yakni manifestasi ade’ dalam memilih dengan jelas batas hubungan antara manusia dengan institusi-institusi sosial.
Kepercayaan dan Mitos tentang Tomanuung (manusia yang turun) merupakan unsur yang menguatkan nilai kebudayaan Bugis. Mitos Galigo tertulis di dalam sure’ Galigo, Tokoh sentral di dalamnya adalah Sawerigading yang berkeinginan mempersunting adik kandung perempuannya, tetapi karena dicegah, akhirnya berhasil memindahkan perasaan cintanya kepada seorang gadis Cina yang bernama We Cudai’. Pada peristiwa Tomanurung di Luwu tampak dengan jelas masalah kekeluargaan dan kekerabatan yang tampil lebih banyak dipersoalkan, sesudah pengisisan kawa (dunia tengah) ini. Simpuru’siang masih tetap berada dalam hubungan suasana Botilangi’ (dunia atas) dan Buri’liung (dunia bawah). Ana’kaji masih mengulang pengalaman Sawerigading ketika ditinggalkan oleh isterinya. Corak lebih bercorak kepercayaan, Gowa dan Bone bercorak politik, Soppeng bercorak ekonomi, dan Wajo bercorak politik dan ekonomi.
Dilihat dari tradisi perkembangannya, sastra bugis kuno menempuh dua cara yaitu, tradisi lisan dan tradisi tulis, dan keduanya ada yang berkembang seiring dengan waktu yang bersamaan. dibagi menjadi tiga periode (1)ditandai dengan munculnya karya sastra bugis yang kemudian disebut karya sastra galigo, antara abad ke-7 hingga abad ke-10.(2) zaman tomanurung, ditandai dengan munculnya sebuah bentuk pustaka bugis yang berbeda dengan pustaka galigo (sastra). Dalam periode ini muncul dua bentuk pustaka bugis, ada yang tergolong karya sastra yang disebut tolok dan yang bukan karya sastra yang disebut lontarak.(3) pau-pau atau pau-pau rikadong serta pustaka lontarak yang berbau islami. Selain itu ada perkembanga baru sastra bugis dalam bentuk prosa. Pada umumnya, sastra prosa ini merupakan saduran dari sastra Melayu kuno atau sastra Parsi.
Sastra Bugis klasik meliputi Sure’ Galigo, Lontarak, Paseng/Pappaseng Toriolota/ Ungkapan, dan Elong/syair. Sastra Bugis klasik, seperti Galigo (yang dikenal sebagai epik terpanjang di dunia), Lontarak. Kearifan itu memiliki kedudukan yang kuat dalam kepustakaan Bugis dan masih sesuai dengan perkembangan zaman. Bawaan Hati yang Baik (Ati Mapaccing) Dalam bahasa Bugis, arti mapaccing (bawaan hati yang baik) berarti nia’ madeceng (niat baik), nawa-nawa madeceng (niat atau pikiran yang baik) sebagai lawan dari kata nia’ maja’ (niat jahat), (niat atau pikiran bengkok). Dalam berbagai konteks, kata bawaan hati, niat atau itikad baik juga berarti ikhlas, baik hati, bersih hati atau angan-angan dan pikiran yang baik