Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perspektif Pendekatan Filosofis
Abstract
Hakekat kebebasan berkontrak didasarkan atas teori hukum alam yang memandang
bahwa manusia adalah bagian dari alam dan mahluk yang rasional dan cerdas ia
bertindak sesuai dengan keinginan-keinginannya (desires) dan gerak-gerik hatinya
(impulses). Manusia adalah agen yang merdeka (free agent) oleh karena itu wajar untuk
tidak terikat yang sama wajarnya dengan terikat (that is just as natural to be unbound as it
is to be bound). Tingkah laku yang didasarkan atas pemikiran ini menciptakan aturan dan
ketentuan yang diperlukan bagi suatu masyarakat yang baik. Asas moral dan asas keadilan
berada di atas semua aturan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah. Bahwa unsur-unsur
dan syarat-syarat kebebasan berkontrak , terkonfigurasi seperti itu,titik berat KUH
Perdata tersebut teletak pada suatu gambaran pokok dari kosmologi zaman modern yang
memandang masyarakat sebagai institusi yang terdiri individu yang merdeka, yang
dikuasai/dipandu oleh akal, yang secara sukarela (telah) memilih untuk menjaga hubungan
baik lewat hukum serta siap menepati janji (pacta sunt servanda). Sekalipun asas
kebebasan berkontrak yang diakui secara universal dan juga oleh KUH Perdata , namun
pada hakekatnya tidak ada kebebasan berkontrak yang bersifat tanpa batas (absolut),
melainkan justru didalam kebebasan tersebut mengandung batas-batas (limit) yang tidak
boleh dilampaui dalam pembuatan kontrak. Meskipun demikian, seperti pembatasan yang
terdapat dalam KUH Perdata itu sendiri, tetapi daya kerjanya masih sangatlah longgar.
Ada beberapa alasan mengapa terhadap kebebasan berkontrak tersebut perlu diwaspadai
daya berlakunya, yaitu tumbuh dan kembangnya penggunaan kontrak standar.
Menurunnya peranan dari pilihan bebas , bila para pihak yang yang membuat perjanjian
tidak sama kuat k atau mempunyai bargaining position yang sama.Tumbuhnya upaya
terhadap perlindungan konsumen.