dc.identifier.citation | AR, Syamsuddin dan Vismaia S. Damaianti. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarat Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta. Dardjowidjojo, Soenjono. 2014. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Mujianto, Gigit dkk. 2013. Bahasa Indonesia untuk Karangan Ilmiah. Malang: UMM Press. Muslich, Mansur. 2012. Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi: Kedudukan, Fungsi, Pembinaan, dan Pengembangan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Prasetya, Heru. 2005. Sang Jurnalis. Yogyakarta: Navila. Rohmadi, Muhammad dkk. 2014. Upaya Terampil Berbicara dan Menulis Karya Ilmiah. Surakarta: Cakrawala Media. Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarat: PT Raja Grafindo Persada. Subyakto, Sri Utari dan Nababan. 1992. Psilinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. | in_ID |
dc.description.abstract | Bahasa hanya dimiliki oleh manusia. Seperti halnya bahasa Indonesia yang hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia. Namun saat ini, bahasa Indonesia bukanlah milik seluruh rakyat Indonesia, tapi hanya dimiliki oleh para akademisi dan para linguis yang peduli dengan bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia setakat ini lebih bangga menggunakan dan memiliki bahasa gaul, alay, slang, korea, dan bahasa Inggris dalam bertutur kata dengan sesama. Bahasa Indonesia hanya dijadian sebagai sebuah perlambang, dianak tirikan, dirusak, dan tidak diperdulikan. Hal ini disebabkan oleh budaya acuh tak acuh yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Ketidakperdulian akan sesuatu yang tidak menghasilkan uang adalah salah satu faktor utama masalah ini. Bahasa Indonesia yang baik dan benar sudah tidak lagi diperdulikan. Bahasa Indonesia yang diplesetkan menjadi bahasa gaul, alay, dan slang menjadi sebuah keharusan guna mendapat pengakuan, mengikuti tren, dan sekaligus menjadi lahan untuk mencari uang. Masa ini, siapapun yang menggunakan bahasa yang gaul, alay, dan slang akan menjadi sorotan publik dan media dan sontak seketika akan menjadi terkenal dan menjadi idola. Untuk bisa meredam dan memperbaiki hal ini, para akademisi, linguis, dan para guru bahasa Indonesia diwajibkan untuk memberikan contoh dan pengarahan melalui tulisan-tulisan yang bisa dimuat dari berbagai media, seperti televisi, koran, majalah, ataupun selebaran, dan bahkan bila perlu pemerintah seharusnya sadar untuk melakukan tindakan dengan mengirim surat edaran ke setiap sekolah atau bahkan instansi pemerintah daerah untuk menggalakkan kembali penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah kebahasaan yang baik dan benar. Selain itu, guru bahasa Indonesia adalah salah satu ujung tombak utama yang langsung bersentuhan dengan pendidikan dan masyarakat setidaknya mampu memberikan pemahaman dan contoh kepada para peserta didik dan masyarakat dalam menggunakan bahasa Indonesia yang seharusnya. Salah satu usaha yang harus dilakukan oleh guru bahasa Indonesia adalah dengan meningkatkan budaya literasi dalam pengajaran bahasa Indonesia karena dengan budaya literasi, setidaknya para peserta didik dan masyarakat bisa mengetahui bahwa seperti inilah seharusnya bahasa Indonesia digunakan. Dengan pelestarian budaya literasi dalam mengoptimalisasikan pembelajaran bahasa Indonesia, maka masyarakat Indonesia tentu akan mampu menghadapi dan mengimbangi perkembangan yang akan terjadi ketika memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). | in_ID |