MULTIKULTURALISME DALAM CERITA TRADISIONAL YOGYAKARTA
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur multikulturalisme dalam cerita
tradisional Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan
metode analisis wacana. Sumber penelitian ialah cerita tradisional Yogyakarta dalam
bentuk buku yang diperoleh dengan teknik baca-catat. Data yang terkumpul dianalisis
dengan metode analisis wacana dengan meminjam teknik referensi, inferensi,
pengetahuan tentang dunia, dan perbandingan. Keabsahan data melalui validitas dan
reliabilitas. Validitas data melalui validitas semantik dan verifikasi pakar, yakni Prof.
Dr. Bakdi Soemanto, pakar sastra dan penulis cerita tradisional, serta Dr. Purwadi,
pakar Kejawaan. Reliabilitas melalui reliabilitas intrarater yakni baca-kaji-ulang, dan
reliabilitas interater dengan cara berdiskusi dengan teman. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: cerita tradisional Yogyakarta mengandung unsur multikulturalisme bidang
sosial-budaya, seperti perang saudara, ketidakadilan gender dan nafas feminisme Jawa,
ketahanan pangan, teknologi berbasis masyarakat, semangat dagang, masalah keluarga,
penghormatan terhadap tata susila, dan sikap tamak dalam hidup, politik dan hukum
seperti perebutan kekuasaan dan kepemimpinan politik, dan pendidikan seperti
pendidikan transfer nilai, pendidikan pekerti, pendidikan kearifan lokal, pendidikan
ramah lingkungan, pendidikan religiusitas, pengenalan lintas budaya, pendidikan
konseling remaja, penghormatan terhadap pahlawan, pendidikan enterpreunership, dan
pendidikan kewarganegaraan. Keragaman dalam cerita tradisional menunjukkan cerita
tradisional Yogyakarta intensif dalam pergulatan sosial-budaya. Pergulatan itu menjadi
inspirasi penting bagi proses lahirnya cerita tradisional, sekaligus merekam dan memotret
realitas sosial-budaya. Cerita tradisional bertema politik menunjukkan masyarakat pada
dasarnya “merasa akrab” dengan peristiwa politik, meskipun terlihat “diam” atas apa
yang dirasakan. Cerita tradisional menjadi “pemberontakan” karena tersumbatnya
saluran berpendapat terhadap proses politik yang terjadi. Cerita tradisional bertema
pendidikan menunjukkan masyarakat memiliki kepedulian dan keterikatan tertentu dalam
dunia pendidikan.