dc.identifier.citation | Abdullah, Amin. 2000. “Manhaj Taijih dan Pengembangan Pemikiran Islam”, dalam Muhammad Azhar dan Hamim Ilyas, ed. Pengembangan Pemikiran Keislaman Muhammadiyah: Purifikasi dan Dinamisasi. Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Anwar, M. Syafi’i. 1995. Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik tentang Cendekiawan Muslim Orde Baru. Jakarta: Paramadina. Effendi, Bahtiar. 1998. Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Polilik Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina. Liddle, R. William. 1995. “Soehato’s Indonesia: Personal Rule and Political Institusions”, dalam Pacific Affair. No. 68. Nasution, Harun. 1993. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah, Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang. Imron Rosyadi, Pemikiran Munawir Sjadzali tentang ...: 176-190 190 Noer, Deliar. 1987. Partai Islam dalam Pentas Nasional. Jakarta: Pustaka Graffiti Putro, Suadi. 1998. Mohammed Arkoun tentang Islam dan Modernitas. Jakarta: Paramadina. Sjadzali, Munawir. 1995. “Dari Lembah Kemiskinan”, dalam Muhammad Waliyuril Nafis, dkk., ed. Kontekstualisasi Ajaran Islam. Jakarta: Paramadina. ———. 1997. Ijtihad Kemanusiaan. Jakarta: Paramadina. ———. 1990. Islam dan Tata Negara: Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: U1 Press. Sukardja, Ahmad. 1985. Piagam Madinah dan Undang-undang 1945: Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta: UI Press. | en_US |
dc.description.abstract | Menurut Munawir Sjadzali, sejak Negara Indonesia memperoleh kemerdekaan
sampai akhir tahun 1990-an ada ketidakserasian hubungan antara Islam
dan negara, bahkan mengalami jalan buntu. Kebuntuan itu disebabkan persoalan
penetapan Pancasila sebagai dasar Negara.
Nasionalis Islami dan partai Islam waktu itu belum dapat menerima secara
final Pancasila sebagai dasar Negara, sedangkan nasionalis sekuler tetap mempertahankan
Pancasila sebagai dasar Negara. Ketegangan ini memiliki implikasi
terhadap keberadaan umat Islam, baik masa Soekarno maupun Soeharto, bahkan
Islam selalu dijadikan sasaran kritik sebagai agama yang menghambat
pembangunan.
Ketegangan ini, menurut Munawir Sjadzali, harus dianggap sebagai
persoalan krusial dan segera diakhiri. Alasan yang sering dikemukakan atas
penolakan ini sifatnya teologis, yaitu bahwa Islam itu telah mempunyai aturan
yang lengkap, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah kenegaraan.
Berdasarkan perspektif ini, umat Islam yang memperjuangkan Islam sebagai
dasar negara Republik Indonesia dilatarbelakangi oleh (perintah) agama. Oleh
karena itu, tambah Munawir, persoalan krusial ini harus dituntaskan sebelum
timbang terima dari generasi 45 ke generasi pasca 45.
Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa secara akademis, Munawir
dapat menerima Pancasila sebagai dasar Negara secara final. Sebab, menurutnya,
berdasarkan pengalaman kekhalifahan dalam sejarah Islam, Islam sebagai
dasar Negara tidak disebutkan secara formal dalam konstitusi kekhalifahan,
termasuk dalam piagam Madinah. Berdasarkan pengalaman itu, maka penentuan
Islam sebagai dasar Negara adalah masalah ijtihadiyah. Artinya, dasar Negara
dari suatu Negara bisa dengan dasar Islam, bisa juga dengan dasar lain asal
suatu Negara itu memberikan ruang yang besar bagi keberlangsungannya.
Menurut Munawir Sjadzali, secara teologis, tidak ada keharusan bagi
umat Islam untuk memperjuangkan Islam sebagai dasar Negara Indonesia.
177 Ishraqi, Vol. IV Nomor 2, Juli-Desember 2008
Sebab, Pancasila sebagai dasar Negara telah memberikan ruang yang luas
bagi implementasi ajaran Islam di samping sila-sila dalam Pancasila tidak
bertentangan dengan jiwa ajaran Islam. Berdasarkan itu, maka umat Islam
sebaiknya memaksimalkan energinya untuk berpartisipasi sebagai pelaku
kemajuan Indonesia untuk kemakmuran seluruh warga Negara. | en_US |