"Resettlement" Kampung Akuarium Jakarta Utara dengan Metode Kampung Berlapis dan Innovative Self-Sustaining Living
Abstract
Penyediaan kawasan pemukiman bagi masyarakat, khususnya di pusat
kota tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk. Hal ini membuat
masyarakat berepenghasilan rendah atau “informal” mulai membangun
hunian sebagai wadah untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka tanpa
peraturan yang mengikat, hingga tumbuhlah sebuah pemukiman yang
padat dan tidak teratur, yang dikenal dengan sebutan “Kampung Kota”.
Respon pemerintah seringkali diwujudkan dalam bentuk penggusuran
paksa yang terkadang tidak diiringi dengan keadilan dan sosialisasi
menyeluruh, salah satunya terjadi di Kampung Akuarium. Beragam protes
mendorong keluarnya produk hukum berupa Keputusan Gubernur DKI
Jakarta No. 878 tahun 2018 tentang gugus tugas Pelaksanakan Penataan
Kampung dan Masyarakat, Pemerintah akhirnya bersedia membangun
kembali Kampung Akuarium yang telah tergusur menjadi bagian dari
hunian layak kota dengan penggalian potensi yang dimilikinya. Dengan
menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif, penelitian ini bertujuan
untuk mewujudkan hunian informal diiringi dengan ide, bahwa desain
harus dapat mengubah perilaku masyarakat yang dulu tidak teratur
menjadi masyarakat yang lebih baik. Hasil yang diperoleh dari Latar
belakang warga dan lokasi site menjadikan pembangunan Kampung
Akuarium dituntut untuk memenuhi banyak aspek termasuk peraturan
pemerintah sehingga pembangunan diwujudkan dengan gagasan
Kampung Berlapis. Dimana hunian dibuat panggung(menjawab KDH), dan
ketinggian bangunan 2-3 lantai agar tidak melebihi bangunan bersejarah
di sekitarnya. Dan dalam kampung berlapis terdapat “Innovative Self-
Sustaining Living Kampong” yang mengusahakan adanya ruang-ruang
sosial bagi warganya agar dapat selalu berkumpul, belajar, dan produktif.