dc.identifier.citation | Hartman, T., (2004) The Color Code. Alih bahasa: Esther.S. Mandjani. Batam: Interaksara. Ickovics, J.R., Park, C.L. (1998). Paradigm sift: Why a focus on health is important. Journal of Social Issues, 54, 237 – 244 Kusuma, D. (2007). Pendidikan Karakter. Strategi Mendidik anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo Prihartanti, N, (1999). ”Pengembangan Kualitas Kepribadian melalui Olah Rasa.” Anima, Indonesian Psychology Journal, 59, 1266 -1278. Prihartanti, N, Suryabrata, S., Prawitasari, J.E. dan Kuntowibisono, (2003). ”Kualitas Kepribadian ditinjau dari konsep Rasa Suryomentaram dalam perspektif Psikologi”. Anima, Indonesian Psychology Journal, 18, 229-247. Prihartanti, N., Purwandari, E, dan Ali, A. (2007) Model Pembelajaran Toleransi untuk anak usia sekolah dasar. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. DIKTI. Prihartanti, N., Marchamah, dan Thoyibi, M. (2009). Peningkatan Integrasi Bangsa melalu Pengalihan Metode Dinamika Kelompok ke Guru Bimbingan dan Konseling untuk meningkatkan toleransi Siswa. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch 1. DIKTI Prihartanti, N. & Karyani, U. (2004). “Respon Siswa Sekolah Dasar Muhammadiyah terhadap Pendidikan Apresiasi Seni Tradisi Lokal”, dalam Khisbiyah, Yayah & Sabardila Atiqa. Pendidikan Apresiasi Seni: Wacana dan Praktik untuk Toleransi Pluralisme Budaya. Surakarta: PSB-PS UMS. Riff, C.D, (1995). Psychological Well-being in Adult Life. Current Directions in Psychological Science, 4, (4), 99 -104 Soedarsono, S. (2004). Character Building membentuk watak. Jakarta: Penerbit Elex Media Komputindo. | en_US |
dc.description.abstract | Keberhasilan sebuah pembelajaran, selain ditentukan oleh materi pembelajaran juga oleh
ketepatan pemilihan strategi dan metode pembelajaran. Model pembelajaran pendidikan karakter menuntut
strategi yang dapat memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian secara utuh dan
komprehensif. Artinya pembelajaran harus memberikan kesempatan pada pembelajar untuk mengeksplorasi
potensi-potensi dirinya. Menjadi berkarakter berarti dapat mengembangkan sifat-sifat posistif yang di luar
sifat-sifat bawaan mereka secara alamiah. Karakter secara esensial adalah segala sesuatu yang dipelajari
untuk dipikirkan, dirasakan, atau dilakukan yang sebenarnya tidak alamiah dan membutuhkan usaha untuk
mengembangkannya. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap program pendidikan apresiasi
seni (PAS) dapat disimpulkan bahwa seni tradisi berpotensi sebagai media pendidikan karakter. Metode
pembelajaran dalam program PAS yang dikemas dalam kegiatan ekstra kurikuler ini memungkinkan jarak
sosial antara tutor (guru) dengan anak (siswa) menjadi longgar. Keuntungan model pembelajaran seperti ini
adalah dapat memfasilitasi tumbuh kembangnya aspek afeksi, kognisi, dan psikomotorik secara integratif.
Dengan cara seperti ini terbuka kemungkinan untuk dapat menggali potensi-potensi positif siswa.
Tantangannya adalah kesiapan guru untuk berperan sebagai fasilitator dengan pemahaman dinamika
kelompok yang benar. Kesediaan guru memberi kesempatan pada peserta didik untuk bereksplorasi dalam
membangun karakter. Melalui kerjasama yang sinergis dengan para guru mata pelajaran, bagian kesiswaan
dan dukungan kepala sekolah, sangat dimungkinkan dilakukan pendidikan berbasis karakter yang
senyatanya , kini dan esok. | en_US |