Show simple item record

dc.contributor.authorAnoegrajekti, Novi
dc.date.accessioned2012-12-08T06:53:59Z
dc.date.available2012-12-08T06:53:59Z
dc.date.issued2010-12
dc.identifier.citationAbal, Fatrah. 1990. Kadung dadi Gandring Wis. Jakarta: Bilik Budaya KASITA SMARANDHANA. Ali, Hasan. 1993. Hari Jadi Banyuwangi: Sebuah Problematik. Makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah Blambangan. Banyuwangi: Dewan Kesenian Blambangan. _______. 1997. Sekilas Puputan Bayu: Sebagai Tonggak Sejarah Hari Jadi Banyuwangi Tanggal 18 Desember 1771. Banyuwangi: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi. Anderson, Benedict. 1982. “Sembah-sumpah, Politik Bahasa, dan Kebudayaan Jawa. dalam Prisma, November. Brandes, J. 1920. Verslag Over Een Babad Blambangan. TBG: XXXVI. Epp. F. 1849. Banjoewangi. TNI I.ii: 242-246 Herusantoso, Suparman. 1987. Bahasa Using di Kabupaten Banyuwangi. Disertasi. Jakarta: Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia. Mulyana, Slamet. 1983. Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit. Jakarta: Inti Idayu Press. Scholte, J. 1927. Gandroeng van Banjoewangie. Djawa, VII. Singodimayan, Hasnan, dkk. 2003. Gandrung Banyuwangi. Banyuwangi: Dewan Kesenian Blambangan. Sudikan, Setya Yuwana. 1995. Sastra Using Banyuwangi. Makalah disampaikan pada Seminar Bahasa Using. Tim Pariwisata. The Handbook to Tourism Objects of Banyuwangi. Banyuwangi. Disbudpar. Tim Penerbitan. 1975. Blambangan Selayang Pandang. Banyuwangi: PemdaTk II Kabupaten Banyuwangi. Tim Yayasan Kebudayaan Banyuwangi.1994. “Upaya Pelestarian Kesenian Gandru ng Banyuwangi di era Globalisasi: Makalah dalam seminar Hari Jadi Dan Kebudayaan Banyuwangi, Prospek serta Pengembangannya. Warsley, P.J. 1972. Babad Buleleng: A Balinese Dynastic Genealogy. The Hague: KITLVBI No.8.en_US
dc.identifier.issn0852-9604
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/11617/2198
dc.description.abstractTulisan ini hendak membaca lebih jauh mengenai lokalitas dalam konteks keindonesiaan atau keindonesiaan dalam lokalitas. Kajian akan difokuskan pada bagaimanakah teks syair-syair dalam pertunjukan gandrung mengartikulasikan sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai lokalitas atau sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai keindonesiaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan kajian etnografi. Dalam analisis etnografis, metode interpretasi dipergunakan untuk mengakses lebih dalam terhadap berbagai domain yang dialamiahkan dan aktivitas karakteristik pelaku budaya yang diteliti. Hasil temuan menunjukkan bahwa makna representasi identitas melalui teks syair-syair gandrung menjelaskan kepada kita dua hal penting. Pertama, adanya wilayah pertarungan yang berlangsung dinamis dan tidak stabil. Dominasi sebagai posisi terpenting akan tidak dikenali ketika penetrasinya semakin meluas dan tekanan dari kekuatan yang lain terus meningkat. Kedua, bahwa representasi identitas merupakan wilayah pertarungan pemaknaan yang kemudian menyebabkan identitas itu sendiri lebih merupakan konstruksi dan proyek (politik) penciptaan. Sebagai sesuatu yang terbangun, identitas merupakan sesuatu yang diskursif, retak, dan berubah-ubah mengikuti perubahan ruang-waktu. Entah sebagai bagian lokalitas atau bagian dari keindonesiaanen_US
dc.publisherlppmumsen_US
dc.subjectlokalitasen_US
dc.subjectpertunjukan gandrungen_US
dc.subjectetnografien_US
dc.titlePADA NONTON DAN SEBLANG LUKINTO: Membaca Lokalitas dalam Keindonesiaanen_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record