dc.identifier.citation | Abal, Fatrah. 1990. Kadung dadi Gandring Wis. Jakarta: Bilik Budaya KASITA SMARANDHANA. Ali, Hasan. 1993. Hari Jadi Banyuwangi: Sebuah Problematik. Makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah Blambangan. Banyuwangi: Dewan Kesenian Blambangan. _______. 1997. Sekilas Puputan Bayu: Sebagai Tonggak Sejarah Hari Jadi Banyuwangi Tanggal 18 Desember 1771. Banyuwangi: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi. Anderson, Benedict. 1982. “Sembah-sumpah, Politik Bahasa, dan Kebudayaan Jawa. dalam Prisma, November. Brandes, J. 1920. Verslag Over Een Babad Blambangan. TBG: XXXVI. Epp. F. 1849. Banjoewangi. TNI I.ii: 242-246 Herusantoso, Suparman. 1987. Bahasa Using di Kabupaten Banyuwangi. Disertasi. Jakarta: Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia. Mulyana, Slamet. 1983. Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit. Jakarta: Inti Idayu Press. Scholte, J. 1927. Gandroeng van Banjoewangie. Djawa, VII. Singodimayan, Hasnan, dkk. 2003. Gandrung Banyuwangi. Banyuwangi: Dewan Kesenian Blambangan. Sudikan, Setya Yuwana. 1995. Sastra Using Banyuwangi. Makalah disampaikan pada Seminar Bahasa Using. Tim Pariwisata. The Handbook to Tourism Objects of Banyuwangi. Banyuwangi. Disbudpar. Tim Penerbitan. 1975. Blambangan Selayang Pandang. Banyuwangi: PemdaTk II Kabupaten Banyuwangi. Tim Yayasan Kebudayaan Banyuwangi.1994. “Upaya Pelestarian Kesenian Gandru ng Banyuwangi di era Globalisasi: Makalah dalam seminar Hari Jadi Dan Kebudayaan Banyuwangi, Prospek serta Pengembangannya. Warsley, P.J. 1972. Babad Buleleng: A Balinese Dynastic Genealogy. The Hague: KITLVBI No.8. | en_US |
dc.description.abstract | Tulisan ini hendak membaca lebih jauh mengenai lokalitas dalam konteks
keindonesiaan atau keindonesiaan dalam lokalitas. Kajian akan difokuskan pada
bagaimanakah teks syair-syair dalam pertunjukan gandrung mengartikulasikan sesuatu
yang dapat dikategorikan sebagai lokalitas atau sesuatu yang dapat dikategorikan
sebagai keindonesiaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
kajian etnografi. Dalam analisis etnografis, metode interpretasi dipergunakan untuk
mengakses lebih dalam terhadap berbagai domain yang dialamiahkan dan aktivitas
karakteristik pelaku budaya yang diteliti. Hasil temuan menunjukkan bahwa makna
representasi identitas melalui teks syair-syair gandrung menjelaskan kepada kita dua
hal penting. Pertama, adanya wilayah pertarungan yang berlangsung dinamis dan
tidak stabil. Dominasi sebagai posisi terpenting akan tidak dikenali ketika penetrasinya
semakin meluas dan tekanan dari kekuatan yang lain terus meningkat. Kedua, bahwa
representasi identitas merupakan wilayah pertarungan pemaknaan yang kemudian
menyebabkan identitas itu sendiri lebih merupakan konstruksi dan proyek (politik)
penciptaan. Sebagai sesuatu yang terbangun, identitas merupakan sesuatu yang
diskursif, retak, dan berubah-ubah mengikuti perubahan ruang-waktu. Entah sebagai
bagian lokalitas atau bagian dari keindonesiaan | en_US |