TIPE KESANTUNAN TUTURAN JAWA PADA MASYARAKAT JAWA PESISIR
dc.contributor.author | M. Suryadi | |
dc.date.accessioned | 2012-12-10T01:54:10Z | |
dc.date.available | 2012-12-10T01:54:10Z | |
dc.date.issued | 2012-06 | |
dc.identifier.citation | Arifin dkk. 1987. Tipe-tipe Kalimat Bahasa Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Brown and Levinson (1992) Politenees in some Universal in Language Usage. Cambridge: Cambridge U.P. Hartono. 2010. “Bahasa Semarangan, Bahasa Tutur Miskin Literatur” dalam Seminar Nasional Pemertahanan Bahasa Nusantara. Semarang, 6 Mei 2010: Program Magister Linguistik Undip. Jakobson, Roman and Morris Halle.1956. Fundamentals of Language. The Hague: Mouton. Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulder, Niels. 1985. Pribadi dan Masyarakat di Jawa. Jakarta: Sinar Harapan. Soedjarwo dkk.1987. Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Rembang. Jakarta: Pusat Bahasa. _______. 1991. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sudjati. 1977. “Bahasa Jawa Dialek Semarang”. Semarang: Fak. Sastra Undip. Suseno, Frans Magnis. 1985. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia. Thohir, Mudjahirin. 2007. Memahami Kebudayaan: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Semarang: Fasindo. | en_US |
dc.identifier.issn | 0852-9604 | |
dc.identifier.uri | http://hdl.handle.net/11617/2222 | |
dc.description.abstract | Masyarakat Jawa pesisir memiliki bentuk kesantunan yang berbeda dengan bahasa Jawa standar. Perbedaan ini sangat subtansial. Bahasa Jawa standar masih kuat mempertahankan kaidah normatifnya, sedang di dalam bahasa Jawa pesisir telah mengalami pergeseran. Pergeseran yang telah terjadi: (1) tipe P_1 (model kesantunan krama inggil): Penutur memiliki kebebasan menggunakan leksikon krama atau krama inggil untuk diri sendiri (pengkramaan atau kramanisasi diri sendiri); (2) tipe P_2 (model kesantunan reduplikasi verbal): penutur memiliki kebebasan mengulangi kembali tuturan yang telah diujarkan oleh mitra tutur. Dua pergeseran tersebut menjadi pantangan bagi penutur bahasa Jawa standar, sebaliknya menjadi patut dan santun bagi masyarakat Jawa pesisir karena frekuensi penggunaannya tinggi. | en_US |
dc.publisher | lppmums | en_US |
dc.subject | kesantunan | en_US |
dc.subject | pergeseran | en_US |
dc.subject | tuturan | en_US |
dc.subject | Jawa pesisir | en_US |
dc.title | TIPE KESANTUNAN TUTURAN JAWA PADA MASYARAKAT JAWA PESISIR | en_US |
dc.type | Article | en_US |