HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH
Abstract
Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Dua
tugas pokok yang diemban manusia sebagai khalifah, yaitu beribadah
kepada Allah, dan membangun peradaban dimuka bumi. Untuk membangun
peradaban dimuka bumi, Allah memberikan piranti yaitu
kemampuan akal atau intelektual manusia untuk berkarya memakmurkan
bumi melalui daya cipta, rasa, dan karsanya. Cipta, rasa dan
karsa sebagai refleksi intlektual manusia dalam konteks dunia ekonomi
merupakan asset yang sangat berharga dibanding dengan asset kebendaan
lain. Berdasar perspektif diatas, dalam tulisan ini penulis
mengkaji permasalahan karya intlektual manusia, terutama mengenai
hak kekayaan yang melekat pada karya intlektual, kedudukan dan
dasar hukumnya dilihat dari sudut pandang fiqh muamalah. Hasil pembahasan
ditemukan bahwa Karya Intelektual Manusia dilihat dari sudut
fiqh termasuk kedalam hak ibtikar yang dipandang sebagai harta.
Kedudukan bagi penemu atau penciptanya sebagaimana kedudukan
kepemilikan benda-benda lainya, yaitu dapat diwariskan, diwasiatkan
dan dipindahtangankan atau ditransaksikan.Dasar hukum Hak atas
Kekayaan Intlektual Manusia adalah Urf dan Maslahah Mursalah.
Hak atas Kekayaan Intlektual Manusia merupakan asset yang bernilai
ekonomi Oleh sebab itu untuk menjaga eksistensi keberadaannya,
harus mendapatkan perlindungan hukum dari pihak pemerintah baik
lewat Undang-Undang atau Peraturan lain. Tindakan pemerintah
mengatur hak atas kekayaan intlektual manusia ini tidak bertentangan
dengan kaidah hukum Islam : “ Tasharuf (tindakan) Imam terhadap
rakyat harus dihubungkan dengan kemaslahatan”