NASAB: ANTARA HUBUNGAN DARAH DAN HUKUM SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KEWARISAN
Abstract
Masalah keturunan (nasab) dan kewarisan tidak semuanya didasarkan pada ayat
al-Qur’an yang qath’i. Peran akal manusia tidak dapat diingkari dan, sebagai konsekuensi
logisnya, pengaruh sosial budaya sulit untuk dihindari. Karena itu, kajian dan ijtihad ulang
mengenai persoalan tersebut sepantasnya dilakukan. Sesungguhnya hubungan nasab pada
dasarnya adalah hubungan darah. Legalitas nasab seseorang dengan ibunya bersifat
otomatis berdasarkan wiladah. Sedangkan nasab seseorang dengan ayahnya, meskipun juga
pada dasarnya adalah hubungan darah, fuqaha’ mensyaratkan bahwa hubungan yang
berakibat lahirnya orang tersebut bukanlah hubungan yang haram (zina). Nasab pada
dasarnya merupakan hubungan darah, maka seseorang mempunyai nasab dengan ayahnya
dan ibunya. Hubungan nasab dengan lebih kuat daripada dengan ayah yang lebih banyak
didasarkan pada asumsi, klaim dan kesaksian. Konsekuensi lebih lanjut, hubungan
kekerabatan dengan para kerabat dari pihak ibu juga kuat daripada hubungan kekerabatan
dengan para kerabat dari pihak ayah. Hal ini berimplikasi terhadap masalah kewarisan