dc.identifier.citation | Auliciems, A. and de Dear, R (1986). Air-conditioning in Australia I – Human thermal factors. Architectural Science Review, 29,. pp. 55-56 Antaryama, I.G.N (2007) . Arsitektur Cerdas: Sebuah Perpaduan antara Teknologi, Arsitektur dan Alam Indonesia, Architectural Magazine, elevent issus, 2007, hal , 83-84. Ashrae (2004), Thermal Environmental Conditions for Human Occupancy.Atlanta: ASHRAE, Inc. Amijaya, Sita Y (2008). Konsep Ecologis dalam Pengembangan Permukiman di Perkotaan Proceding Seminar Nasional Teknologi IV, UTY , Yogyakarta Awbi, H.B. (2003) , Ventilation of Buildings (2nd ed.). London: Spon Press. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Barat (1984), “Arsitektur Tradisional Jawa Barat” - Bandung: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Jawa Barat Dawson, Bury & Gillow, John (1994) Traditional Architectur of Indonesia, London: Tames & Hudson Egan, M. David (1995), Concepts in Thermal Comfort, New Jersey: Prentice Hal Unc Givoni, B, (1976). Man, Climate, and Architecture. Applied Science Publishers Ltd., London Koenigsberger, O.H, dkk. (1973), Manual of Tropical Housing and Building. Orient Longman, Bombay, India. Lechner, Norbert. (1991)Heating, Cooling, Lighting (Design Methods for Architect). John W iley and Sons, New York. McMullan, Randall. (1992) Environmental Science in Buildings, Third Edition, McMillan, London Paul, E. L., et al., (2004), "Handbook of Industrial Mixing", John W iley & Sons, Inc., pp. 34-36 Rapoport, A. (1969), House, Form and Culture. London: Prentice Hall International Inc. Triyadi S , Sugeng (2008), Kajian Sistem Bangunan pada Bangunan Tradisional Sunda dari Aspek Pemakaian Energi Proseding Seminar Nasional, Mewujudkan Kota Tropis, UNDIP, Semarang Wahyudi, Agung, (2008). Aplikasi Teknologi Green Arsitektur pada Bangunan, Proceding Seminar Nasional Teknologi IV, UTY , Yogyakarta | en_US |
dc.description.abstract | Permasalahan krisis lingkungan dan krisis energi (listrik, BBM) yang diiringi dengan semakin
menyusutnya ruang terbuka hijau, pemborosan energi, pemborosan bahan bangunan , mendorong
berbagai kalangan (arsitek,arsitek lanskap, desainer interior, produsen bahan bangunan, dan lain-
lain) untuk berpikir ulang tentang paradigma membangun rumah berkelanjutan dan ramah
lingkungan. Perwujudan desain bangunan tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak jaman dahulu,
seperti mendirikan rumah panggung yang bertujuan supaya tidak lembab dan nyaman, perwujutanya
adalah disebut dengan bangunan tradisional. Bangunan tradisional merupakan bangunan dibuat oleh
masyarakat di daerah yang banyak menyimpan berbagai kelebihan, salah satu contohnya bangunan
tradisional di Kampung Kranggan. Proses pembangunan dan teknik pembangunannya umumnya
sederhana dan bahkan tidak terlalu memperhatikan aspek-aspek desain yang hemat energi. Tetapi
didalam operasionalnya, bangunan ini justru lebih hemat dibandingkan dengan bangunan-bangunan
modern yang dibangun diperkotaan dengan bantuan arsitek. Salah satu penyebab hal ini adalah
adanya sistematisasi sistem bangunan tradisional, yang mencakup struktur, utilitas, interior, dan
envelope-nya. Hal inilah yang dicoba diungkapkan ditulisan ini dengan dengan menguraikan
keberadaan sistem perancangan bangunan tradisional melalui metode penelitian diskriptif dengan
survey langsung dan membandingkan antara kampung tradisional di Jawa Barat, yaitu Kampung
Naga yang ada di Garut dengan Kampung Kranggan yang ada di Pondok Gede, Bekasi. Kampung
Kranggan merupakan salah satu kampung tradisional sunda yang masih hidup diantara megapolitan
Jakarta. Maka penelitian ini bertujuan untuk mewujudkan perancangan bangunan yang berkelanjutan
dan ramah lingkungan hemat energi, yang berakar dari arsitektur tradisional. Sehingga nantinya
permasalahan krisis lingkungan dan krisis energi bisa teratasi. | en_US |