• Login
    View Item 
    •   Home
    • Proceedings
    • Prosiding Seminar Nasional Hukum UMS
    • Prosiding Seminar Nasional 2015
    • View Item
    •   Home
    • Proceedings
    • Prosiding Seminar Nasional Hukum UMS
    • Prosiding Seminar Nasional 2015
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    Menyoal Sudut Pandang: Kritik Terhadap Epistemologi Positivisme Hukum

    Thumbnail
    View/Open
    20.Bekti Suharto.pdf (331.2Kb)
    Date
    2015-04
    Author
    Suharto, Bekti
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Asumsi dasar Positivisme Hukum bahwa kepastian hukum hanya akan terwujud bila hukum dianggap sebagai sistem yang tertutup dan otonom dari berbagai persoalan non yuridis seperti filsafat, politik, psikologi, ekonomi, moral, dan sebagainya mulai kita ragukan. Fondasi Positivisme Hukum yang steril dengan sendirinya telah menunjukan karakternya yang menutup setiap pintu, bahkan celah, dari setiap pertanyaan yang timbul tentang keadilan dan kemanfaatan hukum. Positivisme Hukum tidak menyediakan ruang bagi variabel-variabel non hukum, apalagi untuk mempermasalahkan hukum positif dari sisi lain (non hukum), dengan begitu Positivisme Hukum tampak menolak filsafat hukum, meskipun secara diam-diam menyatakan dirinya sebagai suatu filsafat hukum. Dengan demikian, ketika filsafat pengetahuan (epistemologi) tidak lagi menjadi kritis, ia mengeras menjadi ideologi. Jika demikian, kritik perlu dilakukan untuk menyingkap selubungselubung ideologi yang menutupi kepentingan-kepentingan sesungguhnya. Kritik ditujukan pada ”titik terkuat” (epistemologi) yang menjadi pondasi Positivisme Hukum, sebagai berikut; Titik terkuat pertama, hukum bebas nilai. Pertanyaan tentang adil -tidaknya hukum atau baik-buruknya hukum merupakan pertanyaan moral yang tidak relevan untuk diajukan. Titik terkuat kedua, kepastian hukum adalah tujuan paling akhir dari hukum. Ilmu hukum dogmatis yang berpegang teguh pada sistem hukum positif memerlukan kepastian agar suatu aturan dapat ditegakkan segera setelah norma hukum tersebut dinyatakan berlaku. Titik terkuat ketiga, adalah prinsip kausalitas atau hubungan sebab-akibat yang bersifat linear. Asumsi ini berseberangan dengan karakter substansi hukum yang justru tidak linear. Titik terkuat keempat, hukum harus terpisah dari anasir-anasir non hukum. Studi ilmiah terhadap hukum harus membebaskan diri dari anasir-anasir non hukum (moral, politik, ekonomi dan sebagainya). Titik terkuat kelima, sistem hirarkis normanorma positif. Tidak bisa dipungkiri Stufenbau des Recht penemuan luar biasa yang dapat menciptakan keteraturan dalam sistem norma-norma positif sehingga konflik antar norma dapat dihindarkan. Titik terkuat keenam, pemurnian ilmu hukum dari anasir-anasir non hukum. Ilmu hukum dikukuhi sebagai pemahaman normologis tentang hukum positif. Dengan demikian, maka ilmu hukum semata-mata hanya mempelajari norma-norma.
    URI
    http://hdl.handle.net/11617/5678
    Collections
    • Prosiding Seminar Nasional 2015

    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV
     

     

    Browse

    Publikasi IlmiahCommunities & CollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

    My Account

    Login

    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV