dc.identifier.citation | BPS 2014, Kecamatan Sempor dalam Angka 2015. Badab Pusat Statistik Kabupaten Kebumen. Chizari, M, Baygi, AHA, & Breazeale, D 2006, Analysis of the training needs of multi-functional extension agents associated with sustainability, Journal of International Agricultural and Extension Education, vol. 13, no. 1, pp. 5158. Eraydin, A & Tasan-Kok, T (Eds.) 2013, Resilience thinking in urban planning, Heidelberg, Germany: Springer. Johnson, JE 2007, An international perspective on successful strategies in forestry extension: A focus on extensionists, Journal of Extension, vol. 45, no. 2, pp. 1-9. Josiah, JH 2001, Approaches to expand NGO natural resource conservation program outreach. Society and Natural Resources, vol. 14, pp. 609-618. Ma, Z, Kittredge, DB, Catanzaro, P, 2012, Challenging the traditional forestry extension model: insights from the woods forum program in Massachusetts, Small-scale Forestry, vo. 11, Issue 1, pp. 87-100 Salmon, O, Brunson, M, & Kuhns, M 2006, Benefit-Based Audience Segmentation: A Tool for Identifying Nonindustrial Private Forest (NIPF)Owner Education Needs, Journal of Forestry, vol. 104, no. 8, pp. 419425(7). Wals, A, & Bawden, R 2000, Integrating sustainability into agricultural education: Dealing with complexity, uncertainty and diverging worldviews. SOCRATES Thematic Network for Agriculture, Forestry, Aquaculture and the Environment (AFANET), University of Aberdeen, Scotland. | in_ID |
dc.description.abstract | Masyarakat hutan pinus Desa Somagede di BKPH Karanganyar,
Kabupaten Kebumen adalah masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai
penyadap pinus. Selain menyadap, beberapa diantara mereka juga
mengembangkan tanaman pertanian dibawah tegakan pinus. Kegiatan
pertanian dilakukan di hutan karena pada umumnya mereka tidak memiliki
lahan garapan. Sebagian besar wilayah desa adalah lahan hutan milik
perusahaan negara Perhutani. Kondisi topografi wilayah adalah
pegunungan, namun ditandai dengan ciri rendahnya ketersediaan air baik
akibat interaksi dengan hutan pinus yang dipercaya banyak ahli
mempengaruhi ketersediaan air tanah maupun akibat perubahan iklim
global. Komoditas pertanian utama yang dibudidayakan masyarakat adalah
singkong, hal ini menyebabkan kondisi ketahanan pangan masyarakat
menjadi rendah, selain itu sistem pemanenan singkong tidak ramah
terhadap lingkungan hutan karena menyebabkan kerusakan lahan.
Makalah ini bertujuan membahas upaya pendampingan masyarakat untuk
mengurangi kerusakan lahan hutan akibat kegiatan pertanian, sekaligus
meningkatkan ketahanan pangan. Kegiatan penelitian dilakukan dengan
metode action research, sedangkan makalah ini menggunakan metode
kualitatif dengan studi kasus. Metode kualitatif digunakan karena mampu
menjelaskan suatu fenomena sosial pemberdayaan masyarakat secara
menyeluruh khususnya yang dilakukan di Desa Somagede. Kegiatan
pendampingan untuk mengurangi kerusakan lahan hutan akibat pertanian
tanaman semusim singkong dilakukan dengan cara mengalihkan kegiatan
pertanian tanaman semusim dengan kegiatan lain antara lain peternakan,
penanaman kopi dan empon-empon. Hasil penelitian menyajikan beberapa
teknik pendampingan yang telah ditempuh yaitu dengan penyuluhan, field
school program, farmer to farmer visit, insentif dan parthnership dengan
industri. Kegiatan pemberdayaan melalui pengembangan ternak sangat
diminati oleh para petani. Namun demikian pengembangan kegiatan
pertanian untuk konservasi lahan seperti penanaman kopi dan emponempon
menghadapi kendala, hal ini menunjukkan bahwa petani memiliki
minat yang sangat rendah terhadap kegiatan konservasi lahan hutan.
Alasan ketertarikan pengembangan ternak didasari pemikiran bahwa
ternak lebih mudah dijual dan harganya sangat menguntungkan. Ternak
juga bisa disimpan sebagai tabungan. Pengembangan rumput pakan ternak
mudah dilakukan terutama dengan tersedianya lahan hutan yang luas.
Sedangkan pertanian kopi dan empon-empon tidak berkembang
diakibatkan karena alasan tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan.
Selanjutnya kegiatan pertanian kopi sangat labor intesisve yaitu
memerlukan curahan tenaga yang banyak untuk memelihara kopi karena
pengganggu tanaman di lahan hutan sangat banyak. | in_ID |