PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KESANTUNAN BERBAHASA DENGAN PENDEKATAN SOSIOPRAGMATIK DI LINGKUNGAN SISWA SD BERBUDAYA JAWA
Abstract
Studi ini bertujuan untuk merumuskan taksonomi tindak kesantunan direktif di
kalangan andik SD yang berlatar belakang budaya Jawa. Tujuan spesifik studi ini adalah
untuk merumuskan taksonomi dan pola semestaan realisasi tindak kesantunan direktif
andik SD dalam hubungannya dengan prinsip dasar berbahasa PKS dan PSS; prinsip
harmoni sosial PI dan PK. Objek penelitian ini adalah skala kelangsungan dan peringkat
tindak kesantunandirektif dalam kaitannya PKS, PSS, prinsip harmoni sosial PI, PK, dn
prinsip kultural budaya Jawa. Sumber data penelitian meliputi keseluruhan aktivitas
berbahasa andik SD yang direfleksikan oleh guru kelas SD melalui FGD, baik dalam
suasana formal maupun nonformal. Data penelitian berupa skala kelangsungan dan
peringkat kesantunan pertuturan menurut PKS, PSS, PI, PK, dan Pk. Interpretasi
perwujudan tindak kesantunan direktif dilakukan dengan kerja analisis pragmatik yang
mengacu pada analisis heuristik model Grice, skala kelangsungan dan peringkat
kesantunan model Brown‐Levinson.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa (1) perwujudan tindak kesantunan direktif (TKD) di
kalangan andik SD berlatar belakang budaya Jawa berkecenderungan diwujudkan
melaui tipe menyuruh pada kategori memerintah dan tipe meminta pada kategori
memohon. Temuan ini menggambarkah bahwa sesuai dengan kodratnya sebagai anak pada
dasarnya masih memerlukan suri tauladan dari orang tuanya di rumah, gurunya di sekolah, dan
panutannya sebagai yang difigurkan atau ditokohkan di lingkungan masyarakatnya masingmasing.
(2) realisasi TKD di kalangan andik SD berlatar belakang budaya Jawa
berkecenderungan dinyatakan dengan cara‐cara tak langsung dan modus‐modus
nonliteral daripada dengan cara‐cara langsung atau modus literal. Realisasi ini
menggambarkan bahwa andik SD pada hakikatnya masih dalam masa perkembangan
mental lingual sehingga masih memerlukan bimbingan yang bernilai positif, santun,
dan berkarakter dari orang tua, guru, dan lingkungan masyarakatnya masing‐masing
dalam hal berbahasa serta bertindak tutur. (3) Skala tindak kesntunan direktif di
kalangan andik SD berlatar belakang budaya Jawa lebih dibangun dengan skala untungrugi
dan langsung‐tak langsung sehingga kurang menjangkau pada hal‐hal yang bernilai
skala pilihan atau opsional. Temuan ini berarti andik SD saat ini memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap orang tua, guru, dan lingkungan sekolah sehingga
keberanian di dalam menentukan pilihan dan keputusan menjadi modal yang sangat
minim dimiliki bagi andik SD. (4) Prinsip harmoni sosial dan rukun sebagai prinsip
kultural yang digunakan oleh andik SD berlatar belakang budaya Jawa memiliki
keterbtasan berinterelasi pada bidal‐bidal kesantunan masyarakat Jawa, yaitu kurmat
’hormat’, andhap asor ’rendah hati’, empan papan ’sadar akan tempat’ atau
’introspektif’, tepa slira ’tenggang rasa’. Realisasi prinsip rukun sebagai modal dasar
dan filosofi masyarakat Jawa belum sepenuhnya menyatu ke dalam perilaku
berbahasa, khususnya bertindak kesantunan direktif, di dalam kehidupan sehari‐hari di
kalangan andik SD berlatar belakang budaya Jawa.