Show simple item record

dc.contributor.authorNafron Hasjim
dc.date.accessioned2013-08-21T08:49:31Z
dc.date.available2013-08-21T08:49:31Z
dc.date.issued2013-03-01
dc.identifier.isbn978-979-1032-99-5
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/11617/3415
dc.description.abstractLeech (1993:120) mengkategorikan kesantunan sebagai sebuah prinsip yang disebutnya sebagai prinsip sopan santun. Pembicaraan mengenai hal ini disandingkannya dengan prinsip kerja sama. Menurut Leech (1993: 121) prinsip sopan santun dapat menjadi penyelamat prinsip kerja sama dan kesulitan yang serius. Kearifan digolongkan Leech (1993: 166) sebagai sebuah maksim dari prinsip sopan santun. Al-Qahthani (2005:102) menyamakan makna kearifan dan kesantunan. Lebih lanjut dijelaskannya, bahwa kearifan atau kesantunan itu merupakan terjemahan kata bahasa Arab halim. Halima-hilman bermakna perlahan, tenang ketika sedang emosi memuncak (marah) atau ketika berhadapan dengan hal yang tidak menyenangkan dengan mengarahkan kemampuan sifat pemaaf dan nalar sehat untuk melawannya. Dua kutipan di atas berasal dari dua kutub yang berbeda. Leech adalah seorang pakar linguistik, sedangkan Al-Qahthani adalah ahli retorika dakwah Islam. Walaupun begitu, kedua pendapat tersebut berguna dalam pembicaraan ini karena objek yang dibahas sama, yaitu kesantunan dan/atau kearifan. Hal itu berkaitan dengan tema pokok pertemuan ini.en_US
dc.publisherUniversitas Muhammadiyah Surakartaen_US
dc.subjectBahasaen_US
dc.titleKesantunan Berbahasa dalam Islamen_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record