Kesantunan Berbahasa dalam Penerjemahan sebagai Refleksi Aspek Keberterimaan
Abstract
Penerjemahan pada dasarnya mengalihkan pesan dari bahasa
yang satu ke bahasa yang lain. Tentu saja, pengalihan pesan ini tidak
mudah dilakukan. Ketika penerjemah mengalihkan pesan, dia tidak
saja berhadapan dengan bahasa yang digunakan tetapi juga budaya
yang menyelimuti kedua bahasa tersebut. Jadi, penerjemahan
merupakan kegiatan yang kompleks. Oleh karena itu, ketika
menerjemahkan teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran,
penerjemah harus memperhatikan aspek-aspek dalam berkomunikasi.
Menerjemahkan juga memiliki arti yang menyerupai prinsip dasar
berkomunikasi, yaitu menyampaikan pesan dengan benar. Hal ini
berarti penerjemah harus bisa menyampaikan makna atau pesan dari
satu bahasa ke bahasa lain. Meschonnic (2008: 340) menjelaskan
bahwa “translating is an act of language, and every act of language implies an
ethics of language”. Pendapat ini mengandung maksud bahwa
penerjemahan merupakan suatu tindakan bahasa, dan tiap-tiap
tindakan bahasa itu menyiratkan suatu etika bahasa. Setiap siratan
bahasa ini mempunyai pesan yang berlainan. Oleh karena itu, dalam
menyampaikan pesan atau informasi tersebut, penerjemah akan
berhadapan dengan olah makna pada kata, frasa, klausa dan kalimat. Dengan kata lain, pemahaman terhadap makna atau pesan sangat
penting dalam dunia penerjemahan. Catford (dalam Sang dan Zhang,
2008: 229) menjelaskan bahwa “translation is an operation performed on
languages: a process of producing one language based on the knowledge of another
language”. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa penerjemahan
merupakan bentuk penggunaan bahasa, penerjemahan juga sebagai
proses yang menghasilkan penggunaan satu bahasa berdasarkan
pengetahuan bahasa lain. Hal ini berarti bahwa ketika orang
memahami dua bahasa atau lebih, dia bisa mengalihkan pesan dari
satu bahasa ke bahasa yang lain. Dengan kata lain, proses
penerjemahan merupakan proses reproduksi makna atau pesan dari
satu bahasa ke dalam bahasa lain.