Metode Storytelling Sebagai Tindakan Prevensi Kekerasan Seksual pada Anak
Abstract
Laporan angka kejadian Kekerasan Seksual terhadap Anak di Indonesia terus
meningkat setiap tahun (Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA, 2015). Komnas PA
melaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat 705 kasus. Peningkatan tajam terjadi pada tahun 2013
menjadi 1480 dan pada tahun 2015 meningkat lagi menjadi 1635 kasus (Abdullah 2015). Hingga
pertengahan tahun 2013, 54% dari kasus kekerasan anak di Indonesia adalah kasus kekerasan
seksual anak, yaitu sebanyak 557 kasus (Rahmaningtyas, 2013). Jumlah kejadian kekerasan
seksual anak layaknya fenomena gunung es. Jumlah kejadian kekerasan seksual anak yang
dilaporkan sebenarnya sangat sedikit dibandingkan kejadian-kejadian yang tidak dilaporkan
Penanganan untuk kasus kekerasan seksual perlu segera diatasi. Kasus kekerasan seksual
merupakan kasus keterpurukan moral yang sangat memprihatinkan bagi bangsa indonesia. Kondisi
ini menjadi sangat mengkhawatirkan karena berisiko terjadi pada semua anak, siapa saja bisa
menjadi pelaku, dan dapat terjadi di mana saja disekitar kita. Korban kekerasan seksual anak dapat
berasal dari berbagai tingkat sosial ekonomi dan usia, baik laki-laki maupun perempuan Di dunia
pendidikan khususnya, perlu adanya perhatian khusus untuk mencari alternatif solusi yang tepat
untuk tindakan prevensi terhadap bahaya kekerasan seksual anak. Metode storytelling sebuah
metode yang sangat erat jika dihubungkan dengan dunia pendidikan anak. Di dalam metode
storytelling terdapat muatan moral yang bisa mengajak anak secara tidak langsung melalui tokoh
yang terdapat dalam cerita tersebut. Storytelling juga mampu membawa anak dalam suasana yang
gembira, santai namun memiliki efek dalam mengubah perilakunya (Bagisnky & Macpherson,
2005; Finkelhor, 2009, Paramastri, dkk. (2012). Harapannya melalui konflik cerita yang dibawakan
anak belajar menyelaraskan antara hal baik dan buruk, yang pada akhirnya anak akan belajar
mengidentifikasi pola perilaku positif yang bisa dipelajari dan diterapkan secara langsung dari
kegiatan storytelling yang telah dilakukan.