Adaptasi Iklim pada Hunian Rumah Tinggal yang Menghadap Matahari
Abstract
Persoalan kelembaban, suhu, dan intensitas matahari yang tinggi menjadi salah satu masalah utama
bagi rancangan arsitektur di Indonesia secara umum. Hal ini karena posisi geografis Indonesia yang
terletak di sekitar garis katulistiwa dan berada di antara dua benua menyebabkan wilayah ini
memperoleh sinar matahari sepanjang tahun, serta suhu dan kelembaban udaranya relatif tinggi.
Rumah-rumah tradisional di Indonesia telah sejak lama beradaptasi terhadap kondisi tersebut.
Penggunaan bahan kayu dan bambu misalnya, menimbulkan efek dingin pada bangunan. Namun
bagaimana cara rumah-rumah hunian modern masa kini yang dibangun dengan sistem konstruksi
modern mengatasi masalah tersebut masih terus menjadi bahan penelitian.
Tulisan ini memaparkan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebuah rumah
modern yang dibangun dengan konstruksi batu bata dan beton beradaptasi terhadap iklim di
Indonesia. Penelitian diselenggarakan dengan menggunakan metode deskriptif evaluatif. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan terhadap elemen-elemen pembentuk arsitektur
dan wawancara terhadap penghuni rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setidaknya terdapat
tiga cara yang dilakukan oleh perancang dalam mengupayakan agar bangunan ini dapat beradaptasi
terhadap iklim setempat. Yang pertama adalah dengan cara olahan tata ruang. Yang kedua dengan
cara penataan sistem sirkulasi udara, dan yang ketiga adalah dengan memasang dinding penahan
panas di bagian depan bangunan. Secara umum terlihat bahwa upaya adaptasi bangunan terhadap
kondisi iklim membawa dampak yang memuaskan. Dapat disimpulkan bahwa bangunan hunian
dengan konstruksi dan bahan bangunan modern atau masa kini dapat beradaptasi dengan baik
terhadap iklim tropis lembab.